Cari Blog Ini

Selasa, 11 Mei 2010

Pengertian majas dan macamnya

Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.
Adapun Macam-Macam Majas dibagi menjadi 4, yaitu Majas Perbandingan, Sindiran, Penegasan dan Majas Pertentangan, untuk lebih jelas dan detailnya, saya jabarkan dibawah ini:

1. Majas perbandingan

1. Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
2. Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
3. Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan pengubung, seperti layaknya, bagaikan, dll.
4. Metafora: Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll.
5. Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
6. Sinestesia: Metafora berupa ungkapan yang berhubungan dengan suatu indra untuk dikenakan pada indra lain.
7. Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
8. Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
9. Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
10. Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.
11. Litotes: Ungkapan berupa mengecilkan fakta dengan tujuan merendahkan diri.
12. Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
13. Personifikasi: Pengungkapan dengan menyampaikan benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia.
14. Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.
15. Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
16. Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
17. Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
18. Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
19. Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
20. Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
21. Perifrase: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
22. Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
23. Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.

2. Majas sindiran


1. Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.
2. Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar.
3. Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).
4. Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
5. Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.

3. Majas penegasan

1. Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
2. Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
3. Repetisi: Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
4. Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
5. Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
6. Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, atau klausa yang sejajar.
7. Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
8. Sigmatisme: Pengulangan bunyi “s” untuk efek tertentu.
9. Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
10. Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
11. Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
12. Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
13. Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
14. Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
15. Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
16. Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
17. Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
18. Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
19. Ekskalamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
20. Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
21. Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
22. Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
23. Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
24. Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
25. Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.

4. Majas pertentangan

1. Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
2. Oksimoron: Paradoks dalam satu frase.
3. Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.

Kamis, 06 Mei 2010

Kata Ulang dan Maknanya

Makna Kata Ulang Dalam Bahasa Indonesia - Arti Pengertian Perulangan Kata

Kata ulang sangat banyak digunakan dalam percakapan kita sehari-hari dalam bahasa Indonesia. Lihat saja kata sehari-hari pada kalimat di atas adalah termasuk kata ulang. Di bawah ini merupakan arti dari kata ulang yang ada di Indonesia, yaitu antara lain :

1. Kata ulang yang menyatakan banyak tidak menentu
Contoh :
- Di tempat kakek banyak pepohonan yang rimbun dan lebat sekali.
- Pulau-pulau yang ada di dekat perbatasan dengan negara lain perlu diperhatikan oleh pemerintah.

2. Kata ulang yang menyatakan sangat
Contoh :
- Jambu merah pak raden besar-besar dan memiliki kenikmatan yang tinggi.
- Anak kelas 3 ipa 1 orangnya malas-malas dan sangat tidak koperatif.

3. Kata ulang yang menyatakan paling
Contoh :
- Setinggi-tingginya Joni naik pohon, pasti dia akan turun juga.
- Mastur dan Bornok mencari kecu sebanyak-banyaknya untuk makanan ikan cupang kesayangannya.

4. Kata ulang yang menyatakan mirip / menyerupai / tiruan
Contoh :
- Adik membuat kapal-kapalan dari kertas yang dibuang Pak Jamil tadi pagi.
- Si Ucup main rumah-rumahan sama si Wati seharian di halaman rumah.

5. Kata ulang yang menyatakan saling atau berbalasan
Contoh :
- Ketika mereka berpacaran selalu saja cubit-cubitan sambil tertawa.
- Saat lebaran biasanya keluarga di rt.4 kunjung-kunjungan satu sama lain.

6. Kata ulang yang menyatakan bertambah atau makin
Contoh :
- Biarkan dia main hujan! lama-lama dia akan kedinginan juga.
- Ayah meluap-luap emosinya ketika tahu dirinya masuk perangkap penipu kartu kredit.

7. Kata ulang yang menyatakan waktu atau masa
Contoh :
- Orang katro dan ndeso itu datang ke rumahku malam-malam.
- Datang-datang dia langsung tidur di kamar karena kecapekan.

8. Kata ulang yang menyatakan berusaha atau penyebab
Contoh :
- Setelah kejadian itu dia menguat-nguatkan diri mencoba untuk tabah.

9. Kata ulang yang menyatakan terus-menerus
Contoh :
- Anjing buduk dan rabies itu suka mengejar-ngejar anak kecil yang lewat di dekat kandangnya yang bau.
- Mirnawati selalu bertanya-tanya pada dirinya apakah kesalahannya pada Bram dapat termaafkan.

10. Kata ulang yang menyatakan agak (melemahkan arti)
Contoh :
- Karena berjalan sangat jauh kaki si Adul sakit-sakit semua.
- Jangan tergesa-gesa begitu dong! Nanti jatuh.

11. Kata ulang yang menyatakan beberapa
Contoh :
- Sudah bertahun-tahun nenek tua itu tidak bertemu dengan anak perempuannya yang pergi ke Hong Kong.
- Mas parto berminggu-minggu tidak apel ke rumahku. Ada apa ya?

12. Kata ulang yang menyatakan sifat atau agak
Contoh :
- Lagak si bencong itu kebarat-baratan kayak dakocan.
- Wajahnya terlihat kemerah-merahan ketika pujaan hatinya menyapa dirinya.

13. Kata ulang yang menyatakan himpunan pada kata bilangan
Contoh :
- Coba kamu masukkan gundu bopak itu seratus-seratus ke dalam tiap plastik!
- Jangan beli beyblade banyak-banyak nak! Nanti uang sakumu habis.

14. Kata ulang yang menyatakan bersengang-senang atau santai
Contoh :
- Dari tadi padi si Bambang kerjanya cuma tidur-tiduran di sofa.
- Ular naga panjangnya bukan kepalang berjalan-jalan selalu riang kemari

Senin, 03 Mei 2010

Sajak - sajak Ku

Jika waktu sudah ta memihak ku,,,,, maka biarkan Ia berlalu.... ta usah kau termangu... dan ta perlu aku menunggu.... semua hanya tinggal bayang semu.... hanya luka yang tertuju.... bukan cinta yang mulai layu,,,, tapi karena rasa sudah ta perlu... karna perahumu telah melaju,,, melewati ruang dan waktu.... kau memilih nahkoda yang bukan aku...
kata adalh ungkapan rasa,bukan hanya ucap semata.. ia memiliki raga dan mempunyai jiwa.. ia ingin agar yang lain tahu dan jg rasa.. bukan hanya mengerti akan makna.. yang terpenting bukan ucap semata,tapi ungkapan rasa jiwa yang ada dalam kata.. aku takan menyiakan kata hanya untuk ucap ta berguna semata,tapi tuk ungkapkan rasa dr jiwa.
andai raga ta bisa bersuara,mungkin jiwa ta kan memiliki rasa.. rasa yng hnya bisa ditentukan oleh dua raga,dngn satu keputusan nyata.. bukan sebuah kata,tapi sebuah janji nyata hingga akhir sebuah dunia.. dunia kecil yang dibangun dua rasa berbeda & saling menghiasi dngn imajinasinya.. andai itu akhirnya, pasti ta ada luka pada sebuah raga,pasti ta ada luka pada sebuah raga..luka krn keputusasaan cinta..
sedih...sakit....mengiringi hujan dari sore ini.... bukan hanya sakit jiwa,tapi sakit raga.. karena ulahmu... yang suka memperdayakan cinta... cinta yang bukan hanya kata, tapi bagimu hanya sebuah permainan belaka... permainan yang setiap saat bisa kau akhiri dengan mengucap sebuah kata... permainan yang bisa kau akhiri dengan mennggalkan luka...
ada isi dari hati yang ingin aku ungkap.. ada sesuatu rasa dari jiwa yang ingin aku berucap.. entah kata atau hanya rasa.. tapi itu membuat sakit dihati... semakin ku pendam, semakin parah sakit dihati.. semakin kutahan, jiwa semakin ta tahan... YAng, jika kau lihat kata2 ini... aku ingin kau percaya, aku akan selalu setia...
yang,kota tegal kembali temaram..senja terus digelayuti bayang yang dari dulu dan takan hilang.. ada ingin dari hati... ada rasa dari jiwa... sesuatu yang pasti dan takan terganti.. semoga ia selalu setia menepati janji,walau ada ruang dan waktu pembatas yang ta pasti.
kehilangan dirimu..menyakitkan nurani..separuh nyawa terbawa menyisakan perih dihati.. baiknya kenangan yang indah ta kubalut dengan tangis.. baiknya semua kerinduan yang merajam ta ku balut dengan penyesalan.. hanya berharap,ini bukan kenyataan.. kau pergi akhiri kisah asmara kita berdua.. meninggalkan kisah yang begitu dalam..
apakah mungkin ku harus menunggu,tiada indah ku tanpa dirimu.. adakah mungkin direlung hatimu juga merasakan dalamnya rinduku..ta dapat ku ingkari segalanya darimu.. kasih yang kau beri hanyalah untukku...
direlunx hatiku masih ada rasa....ku ingin kau tau..kumencintaimu..ku masih ta bisa lupakan dirimu yang slalu kurindu..dimana.. kau berada..ku rindumu.. lelah ku menunggu..
alun sbh simfoni..kt ht disadari..manis lmbt bisiknmu..mrdu indah suaramu.. gelora dihati.. mentari kau sejukan hatiku.. pasti hidupku kan bahagia..
kabut selimuti pagi..segarkan hariku saat ini.. disaat kau ucapkan cinta.. pada diriku2... mencoba setia... meski badai besar melanda.. kuharap kau bisa mengerti.. kau permaisuriku.. pujaan hatiku.. yang kini hinggap dihatiku.. jangan kau lepaskan.. genggaman tanganku.. agar bersatu.. cinta diantara kita..
ku tau kau mencintaiku... maka genggam erat tanganku.. yakinlah dan tanyakan pada dunia... kau akan nyaman disampingku.. disaat dingin kau jadi selimut tidurku.. kekasih kapan lagi engkau bisa menyanjungku... selagi aku bernafas engkau takan kulepas. selagi aku bernyawa.. aku kan pasti setia.. selamanya...
kau telah merobohkan hatiku... kau telah ingkar dengan kasih sayang.. ku mohon jangan pernah kau tinggalkan aku dalam kesendirian ... bila kau mati ku ikut dengan mu, karena kau adalah belahan jiwaku.....

Bahasa dan Membaca

Bahasa dan membaca
Bahasa adalah kode yang disepakati oleh masyarakat sosial yang mewakili ide-ide melalui
penggunaan simbol-simbol arbitrer dan kaidah-kaidah yang mengatur kombinasi simbolsimbol
tersebut (Bernstein dan Tigerman, 1993). Kode linguistik mencakup kaidahkaidah
kompleks yang mengatur bunyi, kata, kalimat, makna dan penggunaannya.
Komunikasi adalah proses di mana individu-individu bertukar informasi dan saling
menyampaikan buah pikirannya. Komunikasi merupakan proses aktif yang menuntut
adanya pengirim yang menyandikan atau merumuskan pesan. Komunikasi juga menuntut
adanya seorang penerima yang menafsirkan sandi atau memahami pesan tersebut. Banyak
isyarat non-linguistik yang dapat membantu atau menghambat pengirim dan penerima
dalam komunikasi lisannya. Tetapi komunikasi melalui bacaan dan tulisan sepenuhnya
tergantung pada bahasa penulis dan pembacanya, pada pengetahuannya tentang kata-kata
dan sintaks. Tetapi, pertama-tama, komunikasi melalui membaca dan menulis dalam
masyarakat yang menggunakan bahasa tulis yang alfabetik, tergantung pada pengetahuan
dan kesadaran penulis dan pembacanya tentang prinsip-prinsip utama bahasa tulis itu,
yaitu prinsip fonematik atau alfabetik dan prinsip morfematik. Pemahaman prinsipprinsip
ini tergantung pada pemahaman tentang struktur bunyi dan bagian-bagian
bermakna dari kata-kata seperti unsur-unsur gramatik. Tetapi karena membaca juga
berarti menyampaikan makna struktur ortografik tertulis yang mewakili kata-kata dan
kalimat, maka kosa kata dan pemahaman tentang berbagai struktur kalimat juga
merupakan hal yang sangat penting untuk perkembangan membaca.
Bahasa merupakan suatu sistem kombinasi sejumlah komponen kaidah yang kompleks.
Bloom dan Lahey (1978) memandang bahasa sebagai suatu kombinasi antara tiga
komponen utama: bentuk, isi dan penggunaan. Bentuk suatu ujaran dalam bahasa lisan
dapat digambarkan berdasarkan bentuk fonetik dan akustiknya, tetapi bila kita hanya
menggambarkan bentuknya saja, maka kita akan terbatas pada penggambaran bentuk
atau kontur fitur permukaan ujaran saja. Ini biasanya dilakukan berdasarkan unit fonologi
(bunyi atau struktur bunyi), morfologi (unit-unit makna berupa kata atau infleksi), dan
sintaks (kombinasi antara berbagai unit makna).
Isi bahasa adalah maknanya atau semantik- yaitu representasi linguistik dari apa yang
diketahui seseorang tentang dunia benda, peristiwa dan kaitannya. Representasi linguistik
tentang isi bahasa tergantung pada kode - yaitu suatu sistem isyarat arbitrer yang
konvensional - yang memberi bentuk kepada bahasa (Bloom dan Lahey, 1978).
Menurut Bloom dan Lahey (1978), penggunaan bahasa terdiri dari pilihan perilaku yang
ditentukan secara sosial dan kognitif berdasarkan tujuan si penutur dan konteks
situasinya (hal. 20). Kaidah-kaidah yang mengatur penggunaan bahasa dalam konteks
sosial juga disebut pragmatik (lihat misalnya Bernstein dan Tigerman 1993). Pragmatik
mencakup kaidah yang mengatur bagaimana kita berbicara dalam bermacam-macam
situasi. Pembicara harus mempertimbangkan informasi tentang pendengarnya dan harus
memahami berbagai isyarat non-linguistik yang dapat menghambat atau mendukung
penyampaian pesannya. Kesadaran akan penerima pesan dan kebutuhannya akan
membantu pengirim menciptakan situasi komunikasi yang optimal.
Anak mungkin berkesulitan dalam mengembangkan pengetahuan yang sesuai usia dalam
salah satu dari ketiga dimensi bahasa (isi, bentuk atau penggunaan), dan kesulitan dalam
satu dimensi dapat mengakibatkan kesulitan dalam dimensi lainnya. Kesulitan dalam
dimensi bentuk mungkin terbatas hanya pada fonologi, tetapi kesulitan dalam
mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang fonologi bahasa dapat
mempengaruhi perkembangan dalam bidang morfologi dan sintaks.
Masalah dalam kemampuan mengembangkan kemampuan bahasa yang sesuai usia di
dalam berbagai dimensi bahasa biasanya akan menimbulkan masalah dalam
pengembangan kemampuan membaca dan menulis yang sesuai usia. Masalah-masalah ini
mungkin terkait dengan perkembangan membaca pada berbagai tingkatan. Kesulitan
dalam dimensi bentuk dapat mengakibatkan masalah dalam “memecahkan” kode bacaan.
Anak yang bermasalah dalam mengembangkan pengetahuan tentang bentuk bahasanya
dapat bermasalah dalam memahami struktur bunyi dan dalam memahami hubungan
huruf-bunyi yang diperlukan untuk “memecahkan kode” bahasa tulis. Di pihak lain, anak
yang berkesulitan memahami isi bahasa mungkin akan dapat “memecahkan kode”
dengan mudah, tetapi mereka mungkin berkesulitan dalam memahami apa yang
dibacanya. Siswa juga mungkin berkesulitan dalam membaca karena mereka berkesulitan
dalam menggunakan bahasa. Tujuan pengajaran membaca adalah membaca untuk belajar
(atau membaca untuk kesenangan). Pembaca harus dapat masuk ke dalam semacam
dialog dengan penulis. Untuk belajar dan mengerti suatu teks diperlukan pengembangan
strategi untuk memahami maksud penulis. Teks yang berbeda memerlukan strategi yang
berbeda untuk memahaminya.

Perkembangan membaca dan faktor-faktor lingkungan
Sejumlah faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan membaca. Beberapa di
antaranya sudah dibahas di atas. Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa tingkat
melek huruf orang tua berperan penting dalam perkembangan membaca anak (Cox
1987), dan Chall, Jacobs dan Baldwin (1990) menemukan bahwa prediktor terkuat
tentang kemampuan membaca dan pengetahuan kosa kata pada keluarga berpendapatan
rendah adalah lingkungan melek huruf di rumah, pendidikan ibu dan tingkat
ekspektasinya terhadap pendidikan anaknya, dan pendidikan ayah. Tetapi, secara umum,
variabel maternal lebih berpengaruh terhadap perkembangan baca-tulis dan bahasa
dibanding variabel ayah. Chall dan rekan-rekan kerjanya menjelaskan temuan ini timbul
karena ibu menghabiskan lebih banyak waktu bersama anak-anaknya daripada ayah,
membantu pekerjaan rumah, menjawab pertanyaan, membacakan cerita dan lain-lain.
Tingkat minat ibu terhadap baca-tulis juga signifikan korelasinya dengan perkembangan
membaca anak. Menurut Chall dan rekan-rekan, ekspektasi orang tua dan minatnya
terhadap pekerjaan sekolah anaknya merupakan faktor terpenting, tidak hanya untuk
perkembangan membaca tetapi juga untuk perkembangan semua mata pelajaran sekolah.
Ekspektasi dan keterlibatan orang tua dalam pekerjaan sekolah anaknya harus dimotivasi
jika kurang. Kurangnya dukungan dan keterlibatan dalam masalah sekolah anak lebih
umum terjadi di negara-negara berkembang (lihat Alenyo, 2001) dan karenanya harus
menjadi perhatian besar di beberapa negara.
Namun, penelitian etnografik menunjukkan secara jelas bahwa kemiskinan bukan faktor
penentu utama untuk persiapan baca-tulis yang diperoleh anak di rumah (Adams 1990).
Yang paling menentukan adalah kualitas kegiatan baca-tulisnya. Oleh karena itu,
lingkungan yang miskin pun dapat mempersiapkan anak untuk belajar membaca di
sekolah dengan baik selama mereka mempunyai buku untuk dibaca dan selama orang tua
bersedia membacakan kepada anaknya. Tentu saja ini merupakan tantangan besar di
negara-negara di mana para orang tuanya buta huruf dan sedikit sekali buku yang tersedia
(Lihat Aringo 2001). Perkembangan baca-tulis merupakan tugas nasional, yang akan
mempengaruhi perkembangan ekonomi dan sosial negara. Tantangan terbesar dalam
meningkatkan tingkat baca-tulis tampaknya terletak pada kurangnya bahan bacaan yang
tepat – baik di sekolah maupun di rumah, dan kurangnya jumlah buku yang tersedia bagi
anak di kelas.
Kalaupun kemiskinan bukan merupakan faktor penentu utama kesiapan baca-tulis, Lyster
(1998, dalam pers) menemukan bahwa pendidikan ibu merupakan prediktor penting
untuk perkembangan membaca, meskipun dengan memperhitungkan faktor IQ. Karena
pengaruh Genetik sejauh tertentu menjadi bahan pertimbangan dalam penelitian Lyster,
hasilnya menunjukkan bahwa pendidikan ibu mungkin dapat menjadi bagian dari alat
ukur konteks linguistik yang diciptakannya bagi anaknya. Bagaimanakah ibu yang lebih
berpendidikan berkomunikasi secara linguistik dengan anaknya dibanding ibu yang
kurang berpendidikan? Apakah mereka membacakan buku untuk anaknya lebih sering
atau dengan cara yang berbeda dari ibu yang kurang berpendidikan? Apakah pencegahan
gangguan membaca sebaiknya dimulai secara tidak langsung dengan mendidik orang tua?
Penelitian oleh Whitehurst, Epstein, Angell, Payne, Crone ddan Fischel (1994)
menunjukkan bahwa mendidik orang tua dari masyarakat sosio-ekonomi rendah tentang
cara berinteraksi dengan anaknya pada saat mereka membacakan untuk mereka,
berdampak positif terhadap perkembangan baca-tulis anak.
Dalam penelitian ini orang tua diminta untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
dimulai dengan kata tanya “apa”, “mengapa”, “di mana” dan “kapan” pada saat sedang
membacakan, untuk membantu anak memahami isi teks. Bahkan jika perkembangan
membaca sejauh tertentu tergantung pada faktor biologi dan genetik, membaca adalah
kemampuan yang sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan. Salah satu faktor
tersebut, yang belum dibahas, adalah bahasa sehari-hari anak di rumah. Jika bahasa
rumah berbeda dari bahasa yang dipergunakan ketika anak belajar membaca dan menulis,
anak kemungkinan akan menghadapi banyak masalah. Oleh karena itu, jika seorang anak
tidak dapat belajar membaca dan menulis dalam bahasa ibunya atau jika bahasa ibunya
tidak mempunyai bahasa tulis, bahasa pengantar harus diajarkan kepada anak secara
intensif di samping mengajarinya membaca dan menulis – dan bahkan sebelumnya jika
memungkinkan (Lyster 1999). Situasi ini tampaknya merupakan realitas yang ada di
negara-negara berkembang tertentu meskipun anak diharapkan belajar membaca dan
menulis dalam bahasa ibunya.

Perkembangan membaca dan gangguan membaca
Menurut model membaca dual-route (dua arah), ada dua strategi yang digunakan ketika
membaca kata-kata (Coltheart 1978), yaitu strategi fonematik dan strategi ortografik.
Model-model ini masih mendapatkan dukungan yang kuat. Strategi fonologi/fonematik
melibatkan penggunaan kaidah konversi grafem-fonem untuk memperoleh akses leksikal
ke stimulus tulisan, dan strategi ortografik melibatkan akses leksikal langsung yang
memetakan konfigurasi ortografik dari sebuah kata secara langsung ke penyimpanan
visual internal di dalam leksikon (Siegel 1993). Pengetahuan dan kesadaran morfologi
merupakan satu elemen penting bila menggunakan strategi ortografik. Namun, sejauh
tertentu, kemampuan awal anak untuk menggunakan kedua strategi tersebut tergantung
pada keteraturan bahasa yang digunakan untuk membaca. Bahasa Inggris, misalnya,
sangat tidak teratur dibanding bahasa Jerman dan bahasa Norwegia (lihat misalnya
Hagtvet & Lyster, dalam pers). Satu fonem atau bunyi dalam bahasa Inggris sering kali
digambarkan dengan banyak grafem, sedangkan sebagian besar bunyi dalam bahasa
Norwegia selalu terkait dengan grafem yang sama. Dalam bahasa Inggris, bahasa tulis
juga mempunyai lebih banyak grafem yang terdiri dari dua atau tiga huruf daripada
bahasa Norwegia, misalnya, di mana sebagian besar bunyi hanya digambarkan dengan
satu huruf atau satu grafem yang terdiri dari satu huruf.
Pelatihan keterampilan fonologi tampaknya mempunyai dampak yang sangat kuat
terhadap membaca bila anak diajarkan tentang hubungan antara bunyi dan huruf dan bila
pelatihan kesadaran fonemik dikaitkan secara eksplisit dengan tulisan (Ball & Blachman
1988; Bradley dan Bryant 1983; Hatcher, Hulme, & Ellis 1994). Pelatihan kesadaran
morfologi juga akan lebih efektif jika aktivitas oral dikaitkan dengan tulisan. Sistem
tulisan yang alfabetik biasanya digambarkan sebagai morfo-fonemik, karena representasi
kata-kata sesuai dengan kombinasi antara prinsip morfemik dan prinsip fonemik.
Agar menjadi pembaca yang kompeten, anak harus menggunakan kedua prinsip tersebut
(Adams 1990). Bila seorang anak belajar membaca atau mengeja, penting untuk pertamatama
mengases apakah anak tersebut tahu semua hubungan bunyi-grafem, dan apakah
unit-unit yang lebih besar seperti morfem dapat langsung dikenalinya ketika dia
membaca.
Wimmer dan Goswami (1994) menekankan bahwa untuk dapat membaca cepat dengan
pemahaman, anak yang belajar membaca dalam ortografi yang alfabetik perlu
mengembangkan strategi pengenalan kata secara langsung dan tidak belajar ucapan lewat
penerjemahan grafem-fonem (hal. 102). Kesadaran akan prinsip ini mungkin penting
untuk mengidentifikasi kata-kata secara cepat. Anak-anak yang belajar tentang prinsip
morfologi bahasa tulis di samping prinsip alfabetik dapat memperoleh keuntungan
tambahan bila mengidentifikasi kata-kata yang tertulis, setidaknya jika mereka sudah
belajar hubungan antara huruf dan bunyi. Tampaknya mereka mampu mengidentifikasi
struktur yang lebih besar, misalnya struktur yang mewakili unsur-unsur gramatik, secara
lebih mudah dan lebih cepat dibanding anak-anak yang tidak memiliki pengetahuan
tentang prinsip morfematik.
Pola-pola kesulitan membaca yang digambarkan dalam model-model seperti yang
dikemukakan oleh Spear-Swerling dan Sternberg (1994) mungkin disebabkan oleh
berbagai faktor, termasuk faktor biologis dan lingkungan. Anak mungkin keluar dari jalur
pada titik-titik tertentu menuju kemampuan membaca yang baik, dan perbedaan
individual dalam hal temperamen, motivasi dan inteligensi secara keseluruhan mungkin
terkait dengan variabel-variabel lingkungan untuk menentukan jalur belajar membaca
yang akan diambilnya. Sekali seorang anak atau remaja “terperosok” ke dalam rawa
ekspektasi negatif, motivasi yang rendah dan tingkat praktek yang rendah, maka akan
semakin sulit bagi mereka untuk kembali ke jalan menuju kemampuan membaca yang
baik (Spear-Swerling dan Sternberg 1994).
Anak-anak tertentu, khususnya mereka yang disleksia, tidak akan pernah mampu
membaca dengan kecepatan tinggi dan akan selalu mengalami kesulitan mengembangkan
kemampuan mengeja yang sesuai usia. Disleksia dipandang sebagai gangguan biologis
yang dimanifestasikan dengan kesulitan dalam belajar membaca dan mengeja walaupun
diberi pengajaran konvensional dan memiliki kecerdasan yang memadai (Snowling, 1987).
Akan tetapi, penting untuk dikemukakan kembali bahwa disposisi genetik ini kecil
dampaknya terhadap perkembangan jika intervensi dini pada masa kanak-kanak dan masa
sekolah difokuskan pada pemberian program linguistik yang memuaskan kepada semua
anak untuk pengembangan kemampuan membaca dan mengejanya – dan penting untuk
diingat bahwa keterampilan membaca berkembang melalui latihan praktis. Semakin
banyak anak membaca, akan semakin besar kemungkinannya untuk menjadi pembaca
yang baik. Kenyataan ini juga berlaku bagi mereka yang mengalami kesulitan khusus
mengembangkan keterampilan membaca yang sesuai usia yang disebabkan oleh faktorfaktor
lingkungan, kognitif atau bahkan genetik seperti disleksia.

Pengertian,Macam Drama dan Latihan Drama

BEBERAPA PENGERTIAN

Kata drama berasal dari bahasa Yunani, Draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak. Jadi drama bisa berarti perbuatan atau tindakan.

ARTI DRAMA

Arti pertama dari Drama adalah kualitas komunikasi, situasi, actiom (segala yang terlihat di pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (axcting), dan ketegangan pada para pendengar.

Arti kedua, menurut Moulton Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented in action).

Menurut Ferdinand Brunetierre : Drama haruslah melahirkan kehendak dengan action.

Menurut Balthazar Vallhagen : Drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sifat manusia dengan gerak.

Arti ketiga drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action dihadapan penonton (audience)

Adapun istilah lain drama berasal dari kata drame, sebuah kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah. Dalam istilah yang lebih ketat, sebuah drama adalah lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting – meskipun mungkin berakhir dengan bahagia atau tidak bahagia – tapi tidak bertujuan mengagungkan tragedi. Bagaimanapun juga, dalam jagat modern, istilah drama sering diperluas sehingga mencakup semua lakon serius, termasuk didalamnya tragedi dan lakon absurd.

Drama adalah satu bentuk lakon seni yang bercerita lewat percakapan dan action tokoh-tokohnya. Akan tetapi, percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga dipandang sebagai pengertian action. Meskipun merupakan satu bentuk kesusastraan, cara penyajian drama berbeda dari bentuk kekusastraan lainnya. Novel, cerpen dan balada masing-masing menceritakan kisah yang melibatkan tokoh-tokoh lewat kombinasi antara dialog dan narasi, dan merupakan karya sastra yang dicetak. Sebuah drama hanya terdiri atas dialog; mungkin ada semacam penjelasannya, tapi hanya berisi petunjuk pementasan untuk dijadikan pedoman oleh sutradara. Oleh para ahli, dialog dan tokoh itu disebut hauptext atau teks utama; petunjuk pementasannya disebut nebentext atau tek sampingan.

Cotoh;

Chaterina ( bergegas masuk, membawa berita bagus ); Raina ! ( ia mengucapkan Raina, dengan tekanan pada i ) Raina ! ( ia menunjuk ketempat tidur, berharap menemukan Raina disitu ) Mengapa, di mana….! ( Raina menoleh kedalam ruangan ).

Fase-fase dalam kurung diatas adalah petunjuk permainan untuk sutradara dan pemain. Ini memandu para aktor dan sutradara maupun tetang penataan perlengkapan panggung. George Bernard Shaw ( 1856 – 1950 ), pelopor realisme dalam sejarah drama Inggris, memberi petunjuk secara panjang lebar pada nebentext-nya yang ditemukan dalam kebanyakan naskahnya karena ia tidak ingin interprestasi lakon-lakonnya menyeleweng dari apa yang sebenarnya ia kehendaki.

Novel jauh berbeda karena bagian narasinya dikombinasikan dengan dialog.

Kalau tidak salah waktu itu ia berumur delapan tahun, atau sembilan ? ia telah diajak ayahnya mengunjungi Chikako, dan mereka menemukan wanita itu diruang makan pagi. Kimononya terbuka. Wanita itu sedang memotongi rambut pada tanda lahirnya dengan gunting kecil. Tanda lahir itu menutupi separuh payudara kirinya dan turun sampai ke lekuk diantara payudaranya, selebar telapak tangan manusia. Tampaknya rambut tumbuh terus pada tanda lahir berwarna hitam kemerahan itu dan Cikako sedang mengguntinginya.

“ Kau ajak anak itu kemari?”

Tidak adanya narasi dalam drama bisa digantikan oleh akting para pemain yang, dengan menghubunkan diri mereka sendiri dengan perlengkapan, perlampuan dan iringan musik, menciptakan suasan dan menghidupkan panggung itu menjadi dunia yang amat nyata. Disamping itu, penjelasan tentang tokoh disampaikan melalui dialog antara tokoh yang membicarakan tokoh lain. Pada puisi, daya ekpresi dan irama mentepati posisi yang dominan. Oleh karena itu, puisi tidak bercerita. Jika balada bertumpu pada narasi, sebab sebenarnya balada adalah kisah, atau cerita yang dinyanyikan. Contohnya, mahabarata dan ramayana dalam bentuk tembang. Puisi yang dibaca dengan baik menjadi dramatik, seperti yang dilakukan Rendra, aktor baik. Maka “Tidak tidak diragukan lagi drama kadang dianggap diambil dari kata dramen yang berarti sesuatu untuk dimainkan.”Mungkin drama memperoleh hampir semua efektivitasnya dari kemampuannya untuk mengatur dan menjelaskan pengalaman manusia. Oleh karenanya, drama, seperti halnya karya sastra pada umumnya, dapat dianggap sebagai interprestasi penulis lakon tentang hidup. Unsur dasar drama-perasaan,hasrat, konflik dan rekonsilasi merupakan unsur utama pengalaman manusia.

Dalam kehidupan nyata, semua pengalaman emosional tersebut merupakan kumpulan berbagai kesan yang saling ada hubungannya. Bagaimanapun juga, dalam drama, penulis lakon mampu mengorganisir semua pengalaman ini ke dalam satu pola yang bisa dipahami. Penonton melihat materi kehidupan nyata yang disajikan dalam bentuk yang padat makna dengan menghapus hal-hal yang tidak penting dan memberi tekanan kepada hal-hal yang penting.

Penulis lakon menulis drama untuk dipentaskan, ia menulis drama itu dengan membayangkan action dan ucapan para aktor diatas panggung. Jadi ucapan dan action yang terwujud dalam dialog itu adalah bagian paling penting, yang tanpa itu drama bukan benar-benar sebuah lakon. Karena itu, sebuah drama mewujudkan action, emosi, pemikiran, karakterisasi, yang perlu digali dari dialog-dialog itu. Adalah satu keharusan bagi seorang sutradra untuk menganalisis drama sebelum memanggugkan drama itu.

Disamping drama, juga ada istilah teater, atau dalam bahasa inggrisnya theatre, kata teater dalam bahasa indonesia rancu karena tidak menunjukkan perbedaan antara istilah dalam bahasa Inggris; theatre dan the theatre. Dalam bahasa indonesia, teater mengacu pada aktivitas melakukan kegiatan dalam seni pertunjukan, kelompok yang melakukan kegiatan itu dan seni pertunjukan itu sendiri. Tapi dalam bahasa Inggris, theatre dan the theatre amat berbeda. Kalau kita menonton tari orang primitif dibioskop dan mempelajari rite dan ritual, kita melihat theatre dihidupkan tapi kita tidak melihat the theatre. Kita tidak melihat satu gedung kesenian dan semua yang jadi bermakna dalam istilah lakon maupun pemain. Dalam jagat pikiran Indonesia, istilah teater terkadang cukup membingungkan. Misalnya saja, di Sala, ada nama URAVATRIA Theatre, yang ternyata adalah sebuah gedung bioskop dan bukan gedung teater.

The theatre berasal dari kata theatron, sebuah kata Yunani yang mengacu pada sebuah tempat dimana aktor mementaskan lakon dan orang-orang menontonnya. The theatre juga menunjukan kepada pertunjukan yang lebih spesifik, misalnya teater Yunani, teater Amerika, Jepang dan sebagainya. Dalam bahasa Indonesia kita punya istilah teater tradisional dan teater masa kini atau teater kontenporer. Karena tidak benar-benar mengacu kepada sebuah tempat, kata teater menggambarkan sebuah lakon dengan atau tanpa naskah.

Dialog dalam teater tradisional diciptakan sendiri secara improvisasi oleh para aktor sesuai dengan plot dan karakterisasi yang mereka mainkan.

Teater tradisi berasal dari masyarakat pedesaan dengan solidaritas sebagai tulang punggung dari rasa memiliki. Ini juga mencerminkan jagat audio yang didalamnya penulisan dan penalaran merupakan kegiatan yang mewah. Tidak heran jika teater tradisional juga disebut the solidarity making theatre. Jauh berbeda dari itu, teater masa kini berasal dari jagat analisis yang tulang punggungnya adalah peradaban Yunani Kuno. Sebagai ganti mengandung kekuatan solidarity making teater kontenpoler menawarkan alternatif kepada penonton untuk bebas memilih, menyukai mereka yang telah berakting di panggung, atau pertempuran ide yang didalamnya sifat baik dan sifat jahat saling berjalin di dalam seorang pribadi. “ hidup adalah abu dan debu “, kata George Bernard Shaw. Lains sekali dengan yang terjadi dalam teater masa kini. Dalam teater tradisional, yang jahat harus dikalahkan oleh yang baik, kalau tidak, dihalang bisa dilempari batu oleh penonton. Sebagai contoh, Bima memang seharusnya menang dalam pertempuran melawan Suyudana dalam perang besar Bratayudha.

Dalam teater masa kini, yang jahat mungkin saja jadi pemenang seperti ditunjukkan dalam lakon Shakespeare, Romeo and Juliet. Pasangan kekasih itu mati secara tragis sementara para orang tua kedua kekasih itu tetap hidup dengan sehat walafiat. Bolehkan dikatan bahwa Romeo dan Juliet kalah ? tak seorangpun bisa menyebutkan siapa yang menjadi pemenangnya. Menonton pentas teater masa kini, memerlukan pemikiran yang mau mempertanyakan, kalau tidak lakon itu tidak akan bisa dinikmati.

SEJARAH DRAMA

Kebanyakan dari kita mengira bahwa drama berasal dari Yunani Kuno. Namun demikian, sebuah buku yang berjudul A History of the theatre menunjukan pada kita bahwa pemujaan pada Dionisus, yang kelak diubah kedalam festival drama di Yunani, berasal dari Mesir Kuno. Tek Piramid yang bertanggal 4000SM. Adalah naskah Abydos Passion Play yang terkenal. Tentu saja para pakar masih meragukan apakah teks itu drama atau bukan sebelum Gaston Maspero menunjukan bahwa dalam teks tersebut ada petunjuk action dan indikasi berbagai tokohnya.

Ada tiga macam teaori yang mempersoalkan asal mula drama. Menurut Brockett, drama mungkin telah berkembang dari upacara relijius primitif yang dipentaskan untuk minta pertolonga dari Dewa. Upacara ini mengandung banyak benih drama. Para pendeta sering memerankan mahluk superaalami atau binatang; dan kadang – kadang meniru action berburu, misalnya. Kisah-kisah berkembang sekitar beberapa ritus dan tetap hidup bahkan setelah upacara itu sendiri sudah tidak diadakan lagi. Kelak mite-mite itu merupakan dasar dari banyak drama.

Teori kedua memberi kesan bahwa himne pujian dinyanyikan bersama didepan makam seorang pahlawan. Pembicara memisahkan diri dari koor dan memperagakan perbuatan-perbuatan dalam kehidupan almarhum pahlawan itu. Bagian yang diperagakan makin lama makin rumit dan koor tidak dipakai lagi. Seorang kritisi memberi kesan bahwa sementara koor makinlama makin kurang penting, muncul pembicara lain. Dialog mulai terjadi ketika ada dua pembicara diatas panggung.

Teori ketiga memberi kesan bahwa drama tumbuh dari kecintaan manusia untuk bercerita. Kisah – kisah yang diceritakan disekeliling api perkemahan menciptakan kembali kisah – kisah perburuan atau peperangan, atau perbuatan gagah seorang pahlawan yang telah gugur. Ketiga teaori itu merupakan cikal-bakal drama. Meskipun tak seorang pun merasa pasti mana yang terbaik, harus diingat bahwa ketiganya membicarakan tentang action. Konon, action adalah intisari dari seni pertunjukan.

STRUKTUR DRAMA

Seorang Aristoteles, filsuf Yunani yang hidup sekitar 300 S.M. telah menulis Poetics. Untuk mengenali plot, karakter, pikiran, diksi, musik dan spektakel dari tragedi. Kelak identifikasi itu dianggap sebagai falsafah dasar dari strukturalisme yang oleh T.S. Eliot disebut the Formalistick Approach.

Plot adalah istilah yang berarti ringkasan kisah sebuah lakon. Plot berbeda dari cerita karena caranya menyajikan hubungan urutan cerita dan peristiwa. Dengan sendirinya plot adalah urutan peristiwa yang berhubungan secara kausalitas.

Abil contoh, misalnya Romeo bunuh diri, karena mengira kalau Juliet sudah mati. Kata ‘ karena ‘ merupakan kata sambung untuk menghubungkan kedua peristiwa itu, dengan menjelaskan bahwa yang pertama disebabkan oleh peristiwa kedua. Lain dengan cerita; cerita memerlukan kata dan atau lalu/kemudian untuk menghubungkan dua peristiwa.

Jadi dalam cerita; Romeo bunuh diri dan kemudian Juliet melakukan hal yang sama. Dengan kata lain plot menunjukan peristiwa-peristiwa secara kausatif, sedangkan cerita secara kronologis. Oleh karena itu kata ‘mengapa’ adalah kata ganti penanya yang paling cocok untuk mengamati paradigma plot dalam drama maupun novel.

Pada awal plot kita ada eksposisi. Ini memberi penonton informasi yang diperlukan tentang peristiwa sebelumnya, situasi sekarang atau tokoh-tokohnya. Dalam kebanyakan lakon, sudah sejak awal pengarang memberi tekanan kepada satu pertanyaan atau konplik penting. Pada awal kisah Romeo and Juliet, Shakespeare telah menyajikan pertengkaran antara Sampson, Gregory lawan Baltazar dan Abraham, satu penjelasan yang memberi ‘Leitmotive’ kepada tema, konplik dan rekonsiliasinya.

Gregory : Anda berkelahi, ya ?

Abraham : Berkelahi? Ah, ngak, nggak!

Sampson : Tapi kalau ya, saya memihak anda, saya mengabdi sebaik anda

Abraham : ah, tak akan lebih baik.

Sampson : Baiklah

Gregory : (kesamping kepada Sampson, melihat Tybalt keluar panggung)

Katakanlah lebih baik. Itu salah satu dari orang majikanku datang.

Sampson : Ya, lebih baik.

Abraham : Bohong!

Sampson : Cabut pedangmu, kalau kamu lelaki. Gregory, ingat hantamanmu.

( mereka berkelahi ).

Dialog diatas menciptakan suasana babak itu dan suatu pelukisan singkat tapi lengkap tenatang konplik antara keluarga Montague versus keluarga Capulet yang akan menimbulkan bencana itu.

Terkadang juga ada eksposisi tentang tokoh-tokoh. Sebuah film berjudul Jango versus Santana dapat dijadikan contoh. Film itu dimulai dengan sebuah pemandangan. Sebidang tanah tandus dengan pohon-pohon kaktus tumbuh disana-sini. Sementara fokus kamera bergerak kearah kanan, seorang lelaki dengan baju kotor dan basah kuyup tampak berlutut didepan sebuah makam. Lelaki itu berdiri dan kamera mengambil gambarnya dalam teknik medium. Posisi enface memberikan gambaran jelas tokot itu. Ia tak mengalami kemalangan, tapi ia menghadapinya dengan tegar. Pelukisan singkat tapi hampir lengkap dari tokoh tersebut memberi titik awal yang jelas untuk memulai film itu.

Dalam eksposisi itu, unsur-unsur konpliknya statis. Melalui satu insiden yang merangsang maka action mulai bergerak. Disini konflik dramatik besar mulai jelas menyatukan kejadian – kejadian dalam lakon itu. Insiden yang merangsang dalam Romeo and Juliet tampak ketika Tybalt mengenali Romeo dan ingin menantang berkelahi. Presiden dari stimulasi itu terjadi ketika inang memberi tahu Juliet bahwa Romeo adalah anggota keluarga Montague. Unsur statis dalam eksposisi itu mulai bergerak dan konflik sehari-hari antara Sampson versus Abraham makin lama makin menjadi makin serius. ( Babak I ) timbul serentetan konflik ketika Romeo membocorkan rahasianya kepada teman-temannya, memanjat tembok kebun keluarga Capulet, dan menunggu Juliet muncul dijendelanya waktu gadis itu muncul, keduanya saling mengungkapkan cinta dan memutuskan untuk kawin lari ( Babak II ). Makin lama lakon itu makin tegang sampai pendeta sampai pendeta Laurence berharap, setelah menyeleggarakan upacara pernikahan, pertikaian antara keluarga itu akan berakhir dan Romeo berpendapat begitu. Kisah cinta sederhana antara pemuda dan pemudi itu sekarang berkembang menjadi idealisme yang melibatkan masalah besar yang dihadapi kedua orang tua itu. Tidak diragukan bahwa konflikasi tersebut menuju suatu krisi, satu titik balik ketika informasi yang sebelumnya dirahasiakan sedikit sebagian terungkap dan masalah dramatik itu bisa dijawab.

Meskipun Juliet sudah menikah dengan Romeo, ia tidak berterus terang pada ayahnya. Oleh karenanya itu, Capulet tetap menjalankan rencananya untuk menikahkan Juliet dengan Paris. Karena pernikahan akan berlangsung pada hari kamis, pendeta Laurence mengusulkan agar pada hari rabu Juliet harus menelan ramuan yang akan membuatnya mati suri; sementara Laurence akan mengirimkan pesan pada Romeo untuk menyelamatkan Juliet dari makam keluarga Capulet, karena ia merasa yakin gadis itu akan dimakamkan disana. Capulet, karena ditentang oleh putrinya, memutuskan untuk mengajukan pernikahan itu sehari. Rencana itu membuat Juliet harus segera mereguk racun tadi. Agar rencananya tidak terhalang, ia menyuruh inang keluar dan tanpa pikir panjang langsung mereguk racun tadi. Paginya inang menemukan Juliet sudah tak bernyawa. Laurence dan Paris tiba; tapi upacara pernikahan harus diubah menjadi upacara pemakaman ( Babak IV ).

Bagian terakhir dari lakon itu, sering disebut resolusi, berkembang dari krisis sampai tirai ditutup untuk terakhir kalinya. Ini terkadang mengumpulkan berbagai alur action dan membawa situasinya ke suatu keseimbangan baru, dengan demikian hasilnya bisa jadi memuaskan, tapi mungkin juga mengecewakan harapan penonton.

Karena tidak tahu bahwa Jliet hanya kelihatannya mati, Balthazar tiba di Mantua sebelum pendeta tiba dan memberi tahukan tentang kematian Juliet. Mendengar itu Romeo membeli racun untuk bunuh diri dimakam Juliet. Setelah membunuh Paris, Romeo mereguk racun itu. Ketika terjaga, Juliet menemukan Romeo yang sudah mati dan bunuh diri. Pertikaian kedua keluarga itu berakhir di atas dua kekasih yang sudah mati ( Babak V )

KARAKTER

Disamping menjadi materi utama untuk menciptakan plot, karakter juga merupakan sumber action dan percakapan. Karena itu, karakter harus dibentuk agar cocok dengan kebutuhan plot, dan semua bagian dari setiap karakterisasi harus pas satu sama lain. Jika karakternya sama, tidak akan ada lakon. Minat akan muncul kalau karakter-karakter itu saling bertentangan. Mereka sedapat mungkin harus tidak sama.

UNSUR-UNSUR YANG TERKANDUNG DALAM NASKAH DRAMA

Unsur-unsur ini bisa kita lihat dari dua sisi, antara lain dari sisi –

A. fisik :

1. Judul 5. Adegan

2. Prolog 6. Babak

3. Dialog 7. Epilog

4. Autodirection 8. Dramatik Person

B. PSIKIS :

1. Tema ( social, politik,psikologi, moral, religious, cinta, dll )

2. Plot / alur cerita :

Ø Jenis Plot : – Linier, sirkuler, episodic, consentrik, statis, spiral

Ø Penghubung peristiwa dalam plot : rapat, longgar dan lepas

Ø Anatomi Plot :

Saspence : keteganagn yang terjadi diawal cerita yang membuat penasaran bagi pembaca atau penonton.

Gestus : Ucapan yang keluar dari seorang tokoh yang beritikad mencari solusi tentang sesuatu persoalan.

Foreshadowing : Bayang-bayang peristiwa atau dialog yang mendahului sebelum peristiwa yang sebenarnya terjadi.

Dramatik Ironi : Sindiran yang terjadi diawal cerita yang akhirnya benar-benar terjadi dikemudian.

Flasback : pengulangan kejadian masa silam yang digambarkan pada masa itu, dalam upaya mempertegas cerita dari kejadian suatu peristiwa ( menggambarkan kronlogis peristiwa secara detail )

Surprese : Peristiwa yang tidak diduga dan mengejutkan, akan tetapi masih dapat diterima karena masih dalam kerangka peristiwa.

3. Strukturdramatik :

Eksposisi : Isinya pemaparan masalah utama atau konflik utama yang berkaitan dengan posisi diametral antara protagonis dan antagonis. Hasil akhir : Antagonis berhasil menghimpun kekuatan yang lebih dominan.

Raising Action : Isinya menggambarkan pertentangan kepentingan antar tokoh. Hasil akhir : Protagonis tidak berhasil melemahkan Antagonis. Antagonis mengancam kedudukan Protagonis. Krisis diawali.

Complication : Isinya perumitan pertentangan dengan hadirnya konflik sekunder. Pertentangan meruncing dan meluas, melibatkan sekutu kedua kekuatan yang berseteru. Hasil akhir : Antagonis dan sekutunya memenangkan pertentangan. Kubu protagonis tersudut.

Klimaks : Isinya jatuhnya korban dari kubu Protagonis, juga korban dari kubu Antagonis. Hasil akhir : Peristiwa-peristiwa tragis dan menimbulkan dampak besar bagi perimbangan kekuatan antar kubu.

Resolusi : Isinya hadirnya tokoh penyelamat, bisa muncul dari kubu protagonis atau tokoh baru yang berfungsi sebagai penyatu kekuatan kekuatan konflik, sehingga situasi yang kosmotik dapat tercipta kembali. Pada tahap ini, pesan moral disampaikan, yang biasanya berupa solusi moral yang berkaitan dengan tema atau konflik yang sudah diusung.

4. Bentuk Lakon :

a. Tragedi : Salah satu bentuk lakon dalam mana tokoh tragis yang oftimistis hancur dalam perjuangan karena mempunyai cacat tragis.

b. Komedi : Salah satu bentuk lakon dalam mana terdapat banyak hal atau peristiwa tentag tokoh-tokoh tertentu yang menimbulkan kelucuan, kegelian dan atau kemuakan moral

c. Tragedikomedi : Salah satu bentuk lakon dengan tokoh utama atau tokoh-tokoh yang lainnya, diperistiwakan, disuasanakan, dikarakterisasikan pengarang secara lucu dan komis, tapi sekaligus kadang atau seringkali mengerikan, menyeramkan atau menimbulkan rasa iba prihatin atau simpati

d. Melodrama : salah satu bentuk lakon dalam mana tokoh protagonis secara total, baik, antagonis secara total, jahat, sementara aksi-aksi dramatis dan pengkarakterisasian dibuat untuk menghasilkan efek yang gagal atau hebat

5. Aliran :

a. Konvensional

b. Non Konvensional

TEHNIK MENGOLAH BAHAN CERITA

METODE ; Fact and Fictionalization

Memadukan kenyataan ( Fact ) dan rekaan ( Fiction ) ; buatlah kemungkinan – kemungkinan hubungan baru, dari orang – orang yang pernah anda wawancarai atau yang pernah anda ketahui, seperti daftar dibawah ini;

Ø Pedagang kecil

Ø Salesmen / girl

Ø Buruh pabrik

Ø Loper koran rumah

Ø Pengamen jalanan

Ø Tukang reparasi keliling

Ø Pembantu rumah tangga

Ø Satpam rumah pribadi

Ø Tukang pijat keliling

Ø Pedagang batu akik

Ø Tukang potong rambut DPR

Ø Tukang sayur keliling

Ø Pedagang asongan

Contoh hubungan baru ; Membuat plot atau Alur cerita

Pembatu rumah tangga punya pacar tukang pijat keliling. Tapi, satpam rumah pribadi naksir berat pada pembantu rumah tangga. Satpam minta bantuan pedagang batu akik untuk membuat batu pelet yang ampuh. Oleh pembantu rumah tangga batu pelet malah diberikan pada tukang sayur keliling.jadi jatuh hati pada satpam. Satpam menolak, karena tukang sayur keliling sudah bersuami, yaitu tukang pijat keliling. Seorang loper koran menyebarkan desas desus. Perselingkuhan tukang pijat keliling dengan pemabantu rumah tangga diketahui oleh warga lain………

Tema, yang bisa diangkat menjadi fokus cerita : ( pilih salah satu )

Ø PERSAINGAN

Ø PERCINTAAN

Ø PERJUANGAN HIDUP

Ø PERSEKONGKOLAN

Ø KEADILAN, DLL

Cara menerapkan metode Fact and Fictionalization

Ø jalan cerita dan nama – nama tokoh diganti

Ø Karakter dan penampilan tokoh disesuaikan dengan fakta dalam kenyataan

Ø Bahasa disesuaikan dengan latar belakang tokoh masing – masing

Ø Pilih gaya penuturan yang sesuai dengan tema cerita dan potensi pemain

DAFTAR KATA ACAK

Pemuda Miskin Saleh Ayah Haus Karir Ibu Royal Pencemburu

Ibu Baik Hati Janda Kenes Janda Alim

Banci Galak Preman Budiman Dokter Komersil

Kopral Madona Kampung Maling Lihai

Gadis Jujur Nenek Gatal Guru Sederhana

Anak Pemberani Suami Hidung Belang Rentenir Serakah

Polisi Penyabar RT pembual Nenek Roker

Mahasiswa Pecandu Narkoba Pengusaha Nakal

Satpam Erotis Pensiunan Paranormal Gadungan

Haji Rendah Hati Anak Band Cuek Pembantu Kocak

Jendral Darah Tinggi Banci Galak Polisi Cabul

Merangkai kata acak, menjadikan sebuah alur cerita, sebagai llangkah awal untuk mencipta dialog.

MAIN CHARACTER in MuSICAL

Ø Protagonis – Tokoh Utama (1)

Ø Antagonis – Lawan Tokoh Utama (1)

Ø Deutragonis – Pembela Protagonis (1)

Ø Foil – Sekutu Antagonis (1)

Ø Choral – Massa, Crowd, kelompok (1)

Ø Narator – Pengisah Peristiwa (1)

ELEMENS OF MUSICAL SCRIPT

Ø Narator – Opening, Middle, Closing

Ø Dialogue – Core Lines of Main Character

Ø Song – Lirical Song, Choral Song, Finale

Ø Choreo – Intro, Act-Choreo, Bridging, Finale

Ø Music – Illustrasion, Thematic, Effect

Ø SUPORTIVE ELEMENTS

Costumes, Make-up, Hand-props, Becgaraund Scenery, Special Effect

Ø PROTAGONIS – MALING ( JATUH CINTA )

Ø ANTAGONIS – JANDA ( KENES )

Ø DEUTRAGONIS – NENEK ( ROKER )

Ø FOIL JENDRAL ( DARAH TINGGI )

Ø CHORAL – SATPAM ( EROTIS ), BANCI ( GALAK )

Ø SESUAIKAN SCRIPT DENGAN GAYA ; DRAMA, ROMANCE, COMEDI, FABLE

Unsur pendukung sesuai dengan kebutuhan / Definition ;

Ø Opening Naration ; pembuka kisah diawal pertunjukan

Ø Middle Naration ; Narasi jembatan antara adegan/act

Ø Closing Naration ; penutup kisah diakhir pertunjukan

Ø Core Lines Dialogue; Ucapan inti tokoh-tokoh penting

Ø Lirical Song; Nyanyian solo oleh tokoh penting

Ø Choral Song; Nyanyian koor oleh kelompok choral

Ø Finale Song; Nyanyian penutup oleh seluruh pemain

Ø Intro choreo; koreo kelompok diawal pertunjukan

Ø Act Choreo; choreo tunggal oleh tokoh-tokoh penting, saat menyanyikan lyrical song.

Ø Bridging Choreo; Koreo kelompok penghubung antara adegan

Ø Finale Choreo; koreo kelompok diakhir pertunjukan, saat menyanyikan finale song

Ø Ilustrasion Music; musick penguat suasana untuk adegan penting atau khusu

Ø Thematick Music; musik tema sesuai gaya pertunjukan. Dipakai diakhir pertunjukan, pada finale song

Ø Effect music; Efek audio untuk dramatisasi suasana.

Ø Costumes; busana khusus untuk identitas tokoh

Ø Make-up; efek perupaan untuk karakterisasi tokoh

Ø Hand-props; peralatan khusu yang dibawa tokoh

Ø Background scenery; gambaran lokasi peristiwa

Ø Spesial Effect; Efek audio-visual untuk peristiwa penting.

Contoh Treatmen

STYLE : COMEDI

TITEL : SAPUTANGAN BUAT MARKISA

THEMA ; PERSAINGAN KELAS SOSIAL

TREAMENT:

Darga, maling lihai, tampan tapi tak terawat. Jatuh cinta pada Markisa, janda kenes. Jalan Darga terhalang, sebab Markisa sudah dipinang Suroto Broto, pansiunan jendral, pengidap darah tinggi.

Darga tak pandai menyatakan perasaan cinta. Dia minta bantuan pada Nita Thalidut, nenek pengamen penyanyi rock, untuk membuat lagu rayuan. Sementara itu, markisa sudah diboyong oleh Suroto Broto ke sebuah villa. Darga dan Nita Thalidut mendatangi villa Suroto, untuk melamar Markisa.

Tapi, saat lagu rayuan didendangkan, yang terbakar asmaraya justru satpam erotis penjaga villa, bernama Darma. Darga dikerjar Darma, dikepung oleh kelompok satpam, kolega Darma. Tapi Darga menolak. Terjadi perkelahian. Darga terluka.

Melihat darga terluka, Markisa melunak hatinya, bersimpati pada Darga. Tapi Suroto Broto naik pitam. Suroto mengancam menembak Darga. Pada saat kritis itu, muncul Isye Rai, banci galak, simpanan Suroto Broto. Muncul pula rombongan maling, kelompok binaan Darga.

Ise Rai merabrak Suroto Broto, karena dianggap buaya. Suroto kecut dan malu, Hendak kabur, tapi dikepung oleh rombongan maling. Kelompok satpam melindungi Suroto. Terjadi perkelahian massal antara rombongan maling dengan kelompok satpam. Rombongan maling menang.

Suroto Broto tak berkutik, pergi digiring Isye Rai. Markisa akhirnya menerima Cinta Darga. Cinta Markisa dan Darga dirayakan bersama oleh Nita Thalidut, Darma dan kelompok satpam, serta oleh rombongan maling. Happy ending sesaat.

Suara sirene terdengar. Rombongan polisi datang mengepung untuk menangkap darga dan komplotannya. Terdengar perintah polisi dari sebuah toa, perintah untuk menyerah. Troubled Ending.

Menanggapi unsur pementasan naskah drama

Pementasan drama merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan. Dalam pentas, aktor bermain peran dan menunjukkan kebolehannya. Aktor memerankan tokoh cerita dengan karakter tertentu. Setiap tokoh cerita mempunyai peranan dan watak yang berbeda. Dalam memberikan apresiasi terhadap pementasan drama, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

1. Aktor

Seorang aktor dituntut untuk mampu memerankan tokoh cerita. Keahlian aktor dapat menghadirkan sosok tokoh yang diperankan seperti nyata, baik tingkah laku, dialog, maupun jiwanya. Selain bermain secara individu, aktor juga diharuskan dapat bermain secara kelompok. Artinya, di atas panggung seorang pemain tidak bermain sendiri, ada tokoh cerita

lain yang harus bekerja sama dalam menghadirkan permainan yang baik. Kekompakan antarpemain sangat menentukan keberhasilan sebuah pementasan.

2. Latar

Dalam pementasan drama, yang dimaksud latar atau setting adalah tempat yang dipakai untuk pementasan. Latar dalam pementasan drama juga berfungsi untuk memberi gambaran tentang cerita, yakni tempat, waktu, dan suasana sebuah peristiwa dalam cerita. Selain memberikan gambaran tempat, latar juga mempunyai fungsi sebagai arena permainan,

waktu, suasana, dan kesan artistik. Sebaiknya, pembuatan panggung disajikan secara proporsional.

3. Kostum

Kostum atau busana pentas merupakan pakaian penunjang karakter pemain dalam menghadirkan sosok tokoh cerita. Selain itu, kostum juga dapat menggambarkan sebuah kurun waktu kejadian drama dan artistik pementasan.

4. Tata rias (make up)

Tata rias adalah riasan wajah pemain yang bertujuan untuk membantu pemain menghadirkan karakter tokoh cerita.

5. Musik

Musik berfungsi untuk membangun suasana tertentu, seperti tuntutan peristiwa drama. Musik yang kurang baik dan kurang tepat dapat merusak suasana drama.

6. Menanggapi Hasil Pementasan

Apa yang harus ditanggapi dari hasil pementasan? Hal-hal yang ditanggapi penonton dari sebuah pementasan, antara lain akting, aktor, penokohan, kostum, tata rias (make-up), musik, latar, dan penataan panggung. Pertanyaan berikut, dapat digunakan sebagai penolong untuk membuat tanggapan atas pementasan drama.

a. Bagaimana permainan aktornya?

b. Bagaimana pemeranan tokohnya?

c. Bagaimana kostum dan tata riasnya?

d. Bagaimana ilustrasi musiknya?

e. Bagaimana penataan panggungnya?

DEFINISI DRAMA

Drama adalah suatu aksi atau perbuatan (bahasa yunani). Sedangkan dramatik adalah jenis karangan yang dipertunjukkan dalan suatu tingkah laku, mimik dan perbuatan. Sandiwara adalah sebutan lain dari drama di mana sandi adalah rahasia dan wara adalah pelajaran. Orang yang memainkan drama disebut aktor atau lakon.

Drama menurut masanya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu drama baru dan drama lama.

1. Drama Baru / Drama Modern

Drama baru adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada mesyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari.

2. Drama Lama / Drama Klasik

Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istanan atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan lain sebagainya.

Macam-Macam Drama Berdasarkan Isi Kandungan Cerita :

1. Drama Komedi

Drama komedi adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh keceriaan.

2. Drama Tragedi

Drama tragedi adalah drama yang ceritanya sedih penuh kemalangan.

3. Drama Tragedi Komedi

Drama tragedi-komedi adalah drama yang ada sedih dan ada lucunya.

4. Opera

Opera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian.

5. Lelucon / Dagelan

Lelucon adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola jenaka merangsang gelak tawa penonton.

6. Operet / Operette

Operet adalah opera yang ceritanya lebih pendek.

7. Pantomim

Pantomim adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh atau bahasa isyarat tanpa pembicaraan.

8. Tablau

Tablau adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya.

9. Passie

Passie adalah drama yang mengandung unsur agama / relijius.

10. Wayang

Wayang adalah drama yang pemain dramanya adalah boneka wayang. Dan lain sebagainya.

Seperti halnva prosa dan puisi, cerita drama juga dibangun atas unsure ekstrinsik dan intrinsik. Di dalam cerita drama, juga terdapat tema, amanat, karakteristik tokoh, alur, Iatar cerita, dan dialog. Satu unsur yang tidak ditemukan adalah sudut pandang cerita (point of view), karena drama

merupakan seni bertutur langsung. Namun, terkait sifat drama sebagai seni lisan itu, ada perbedaan cara menganalisis unsur intrinsik drama dengan novel atau cerpen. Dalam novel, latar dilukiskan secara verbal oleh pengarang; sedangkan dalam drama, Iatar divisualisasikan rnelalui dekorasi panggung dan diperkuat dengan efek-efek tertentu. Dalarn prosa, karakterisasi sebagian dilakukan secara analitik oleh pengarang; sedangkan dalam drama, karakterisasi sepenuhnya dilakukan

secara dramatik melalui akting pemain, kostum, muke up, dan visualisasi

latar dalam dekorasi panggung. Dalam prosa, kejelasan unsur-unsur intrinsic ditentukan oleh kemampuan pengarang dalam menarasikan dan

mendeskripsikan ceritanya; dalam drama tergantung kemampuan para

pemain dan kru pendukungnya (penata panggung, penata rias wajah, piñata busana, penata cahaya dan suara) dalam memahami, menerjemahkan, dan memvisualisasikan ide cerita pengarang seperti yang tertuang dalam skenario/naskah.

Aktivitas Diri

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut untuk mengungkap unsur-unsur intrinsik cerita drama "Badai Sepanjang Malam".

1. Apakah tema cerita drama tersebut?

2. Siapakah nama-nama tokoh dalam drama tersebut?

3. Bagaimanakah karakter atau watak dari tokoh-tokoh tersebut? Sebutkan watak-watak yang dominan dan berilah bukti yang mendukung. Bukti dapat berupa ucapan atau tindak tanduk tokoh.

4. Deskripsikan dimensi sosial dan fisik dari masing-masing tokoh tersebut.

5. Bagaimanakah latar waktu dan tempat dalam cerita? Deskripsikan juga latar suasana batiniah, suasana sosial budaya, dan suasana alamiah.

6. Sebutkan amanat atau pesan moral yang hendak disampaikan melalui cerita drama di atas

TEATER

MEDITASI dan KONSENTRASI

MEDITASI

Secara umum meditasi artinya adalah menenangkan pikiran. Dalam teater dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk menenangkan dan mengosongkan pikiran dengan tujuan untuk memperoleh kestabilan diri.

Tujuan Meditasi :

1. Mengosongkan pikiran.

Kita mencoba mengosongkan pikiran kita, dengan jalan membuang segala sesuatu yang ada dalam pikiran kita, tentang berbagai masalah baik itu masalah keluarga, sekolah, pribadi dan sebagainya. Kita singkirkan semua itu dari otak kita agar pikiran kita bebas dari segala beban dan ikatan.

2. Meditasi sebagai jembatan.

Disini alam latihan kita sebut sebagai alam "semu", karena segala sesuatu yang kita kerjakan dalam latihan adalah semu, tidak pernah kita kerjakan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi setiap gerak kita akan berbeda dengan kelakuan kita sehari-hari. Untuk itulah kita memerlukan suatu jembatan yang akan membawa kita dari alam kehidupan kita sehari-hari ke alam latihan.

Cara meditasi :

Posisi tubuh tidak terikat, dalam arti tidak dipaksakan. Tetapi yang biasa dilakukan adalah dengan duduk bersila, badan usahakan tegak. Cara ini dimaksudkan untuk memberi bidang/ruangan pada rongga tubuh sebelah dalam.

Atur pernafasan dengan baik, hirup udara pelan-pelan dan keluarkan juga dengan perlahan. Rasakan seluruh gerak peredaran udara yang masuk dan keluar dalam tubuh kita.

Kosongkan pikiran kita, kemudian rasakan suasana yang ada disekeliling kita dengan segala perasaan. Kita akan merasakan suasana yang hening, tenang, bisu, diam tak bergerak. Kita menyuruh syaraf kita untuk lelap, kemudian kita siap untuk berkonsentrasi.

Catatan :

Pada suatu saat mungkin kita kehilangan rangsangan untuk berlatih, seolah-olah timbul kelesuan dalam setiap gerak dan ucapan. Hal ini sering terjadi akibat diri terlalu lelah atau terlalu banyak pikiran. Jika hal ini tidak diatasi dan kita paksakan untuk berlatih, maka akan sia-sia belaka. Cara untuk mengatasi adalah dengan MEDITASI. Meditasi juga perlu dilakukan bila kita akan bermain di panggung, agar kita dapat mengkonsentrasikan diri kita dengan peran yang hendak kita bawakan.

KONSENTRASI

Konsentrasi secara umum berarti "pemusatan". Dalam teater kita mengartikannya dengan pemusatan pikiran terhadap alam latihan atau peran-peran yang akan kita bawakan agar kita tidak terganggu dengan pikiran-pikiran lain, sehingga kita dapat menjiwai segala sesuatu yang kita kerjakan.

Cara konsentrasi :

Kita harus melakukan dahulu meditasi. Kita kosongkan dulu pikiran kita, dengan cara-cara yang sudah ditentukan. Kita kerjakan sesempurna mungkin agar pikiran kita benar-benar kosong dan siap berkonsentrasi.

Setelah pikiran kita kosong, mulailah memasuki otak kita dengan satu unsur pikiran. Rasakan bahwa saat ini sedang latihan, kita memasuki alam semu yang tidak kita dapati dalam kehidupan sehari-hari. Jangan memikirkan yang lain, selain bahwa kita saat ini sedang latihan teater.

Catatan :

Pada saat kita akan membawakan suatu peran, misalnya sebagai ayah, nenek, gadis pemalu dan sebagainya, baik itu dalam latihan atau pementasan, konsentrasikan pikiran kita pada hal tersebut. Jangan sekali-kali memikirkan yang lain.

VOKAL dan PERNAFASAN

PERNAFASAN

Seorang artis panggung, baik itu dramawan ataupun penyanyi, maka untuk memperoleh suara yang baik ia memerlukan pernapasan yang baik pula. Oleh karena itu ia harus melatih pernapasan/alat-alat pernapasannya serta mempergunakannya secara tepat agar dapat diperoleh hasil yang maksimum, baik dalam latihan ataupun dalam pementasan.

Ada empat macam pernapasan yang biasa dipergunakan :

Ø Pernafasan dada

Pada pernafasan dada kita menyerap udara kemudian kita masukkan ke rongga dada sehingga dada kita membusung.

Di kalangan orang‑orang teater pernafasan dada biasanya tidak dipergunakan karena disamping daya tampung atau kapasitas dada untuk Udara sangat sedikit, juga dapat mengganggu gerak/acting kita, karena bahu menjadi kaku.

Ø Pernafasan perut

Dinamakan pernafasan perut jika udara yang kita hisap kita masukkan ke dalam perut sehingga perut kita menggelembung,

Pernafasan perut dipergunakan oleh sebagian dramawan, karena tidak banyak mengganggu gerak dan daya tampungnya lebih banyak dibandingkan dada.

Ø Pernafasan lengkap

Pada pernafasan lengkap kita mempergunakan dada dan perut untuk menyimpan udara, sehingga udara yang kita serap sangat banyak (maksimum).

Pernafasan lengkap dipergunakan oleh sebagian artis panggung yang biasanya tidak terlalu mengutamakan acting, tetapi mengutamakan vokal.

Ø Pernafasan diafragma

Pernafasan diafragma ialah jika pada waktu kita mengambil udara, maka diafragma kita mengembang. Hat ini dapat kita rasakan dengan mengembangnya perut, pinggang, bahkan bagian belakang tubuh di sebelah atas pinggul kita juga turut mengembang.

Menurut perkembangan akhir‑akhir ini, banyak orang‑orang teater yang mempergunakan pernapasan diafragma, karena tidak banyak mengganggu gerak dan daya tampungnya lebih banyak dibandingkan dengan pernapasan perut.

Latihan‑latihan pemapasan :

· Pertama kita menyerap udara sebanyak mungkin. Kemudian masukkan ke dalam dada, kemudian turunkan ke perut, sampai di situ napas kita tahan. Dalam keadaan demikian tubuh kita gerakkan turun sampai batas maksimurn bawah. Setelah sampai di bawah, lalu naik lagi ke posisi semula, barulah napas kita keluarkan kembali.

· Cara kedua adalah menarik napas dan mengeluarkannya kembali dengan cepat.

· Cara berikutnya adalah menarik napas dalam‑dalam, kemudian keluarkan lewat mulut dengan mendesis, menggumam, ataupun cara‑cara lain. Di sini kita sudah mulai menyinggung vocal.

Catatan : Bila sudah menentukan pernapasan apa yang akan kita pakai, maka janganlah beralih ke bentuk pernapasan yang lain.

VOCAL

Untuk menjadi seorang pemain drama yang baik, maka dia harus mernpunyai dasar vocal yang baik pula. "Baik” di sini diartikan sebagai :

· Dapat terdengar (dalam jangkauan penonton, sampai penonton, yang paling belakang).

· Jelas (artikulasi/pengucapan yang tepat),

· Tersampaikan misi (pesan) dari dialog yang diucapkan.

· Tidak monoton.

Untuk mempunyai vocal yang baik ini, maka perlu dilakukan latihan‑latihan vocal. Banyak cara, yang dilakukan untuk melatih vocal, antara lain :

· Tariklah nafas, lantas keluarkan lewat mulut sambil menghentakan suara "wah…” dengan energi suara. Lakukan ini berulang kali.

· Tariklah nafas, lantas keluarkan lewat mulut sambil menggumam "mmm…mmm…” (suara keluar lewat hidung).

· Sama dengan latihan kedua, hanya keluarkan dengan suara mendesis,"ssss……."

· Hirup udara banyak‑banyak, kemudian keluarkan vokal "aaaaa…….” sampai batas nafas yang terakhir. Nada suara jangan berubah.

· Sama dengan latihan di atas, hanya nada (tinggi rendah suara) diubah-ubah naik turun (dalam satu tarikan nafas)

· Keluarkan vokal “a…..a……” secara terputus-putus.

· Keluarkan suara vokal “a‑i‑u‑e‑o", “ai‑ao‑au‑ae‑", "oa‑oi‑oe‑ou", “iao‑iau‑iae‑aie‑aio‑aiu‑oui‑oua‑uei‑uia‑......” dan sebagainya.

· Berteriaklah sekuat‑kuatnya sampai ke tingkat histeris.

· Bersuara, berbicara, berteriak sambil berialan, jongkok, bergulung‑gulung, berlari, berputar‑putar dan berbagai variasi lainnnya.

Catatan :

Apabila suara kita menjadi serak karena latihan‑latihan tadi, janganlah takut. Hal ini biasa terjadi apabila kita baru pertama kali melakukan. Sebabnya adalah karena lendir‑lendir di tenggorokan terkikis, bila kita bersuara keras. Tetapi bila kita sudah terbiasa, tenggorokan kita sudah agak longgar dan selaput suara (larink) sudah menjadi elastis. Maka suara yang serak tersebut akam menghilang dengan sendirinya. Dan ingat, janganlah terlalu memaksa alat‑alat suara untuk bersuara keras, sebab apabila dipaksakan akan dapat merusak alat‑alat suara kita. Berlatihlah dalam batas-batas yang wajar.

Latihan ini biasanya dilakukan di alam terbuka. misalnya di gunung, di tepi sungai, di dekat air terjun dan sebagainya. Di sana kita mencoba mengalahkan suara‑suara di sekitar kita, disamping untuk menghayati karunia Tuhan.

ARTIKULASI

Yang dimaksud dengan artikulasi pada teater adalah pengucapan kata melalui mulut agar terdengar dengan baik dan benar serta jelas, sehingga telinga pendengar/penonton dapat mengerti pada kata‑kata yang diucapkan.

Pada pengertian artikulasi ini dapat ditemukan beberapa sebab yang mongakibatkan terjadinya artikulasi yang kurang/tidak benar, yaitu :

Ø Cacat artikulasi alam : cacat artikulasi ini dialami oleh orang yang berbicara gagap atau orang yang sulit mengucapkan salah satu konsonon, misalnya ‘r’, dan sebagainya.

Ø Artikulasi jelek ini bukan disebabkan karena cacat artikulasi, melainkan terjadi sewaktu‑waktu. Hal ini sering terjadi pada pengucapan naskah/dialog.

Misalnya:

o Kehormatan menjadi kormatan

o Menyambung menjadi mengambung, dan sebagainya.

Artikulasi jelek disebabkan karena belum terbiasa pada dialog, pengucapan terlalu cepat, gugup, dan sebagainya.

Ø Artikulasi tak tentu : hal ini terjadi karena pengucapan kata/dialog terlalu cepat, seolah‑olah kata demi kata berdempetan tanpa adanya jarak sama sekali.

Untuk mendapatkan artikulasi yang baik maka kita harus melakukan latihan

· Mengucapkan alfabet dengan benar, perhatikan bentuk mulut pada setiap pengucapan. Ucapkan setiap huruf dengan nada‑nada tinggi, rendah, sengau, kecil, besar, dsb. Juga ucapkanlah dengan berbisik.

· Variasikan dengan pengucapan lambat, cepat, naik, turun, dsb

· Membaca kalimat dengan berbagai variasi seperti di atas. Perhatikan juga bentuk mulut.

GETIKULASI

Getikulasi adalah suatu cara untuk memenggal kata dan memberi tekanan pada kata atau kalimat pada sebuah dialog. Jadi seperti halnya artikulasi, getikulasi pun merupakan bagian dari dialog, hanya saja fungsinya yang berbeda.

Getikulasi tidak disebut pemenggalan kalimat karena dalam dialog satu kata dengan satu kalimat kadang‑kadang memiliki arti yang sama. Misalnya kata "Pergi !!!!” dengan kalimat "Angkat kaki dari sini !!!". Juga dalam drama bisa saja terjadi sebuah dialog yang berbentuk "Lalu ?” , "Kenapa ?” atau "Tidak !" dan sebagainya. Karena itu diperlukan suatu ketrampilan dalam memenggal kata pada sebuah dialog.

Getikulasi harus dilakukan sebab kata‑kata yang pertama dengan kata berikutnya dalam sebuah dialog dapat memiliki maksud yang berbeda. Misalnya: "Tuan kelewatan. Pergi!". Antara "Tuan kelewatan" dan "Pergi" harus dilakukan pemenggalan karena antara keduanya memiliki maksud yang berbeda.

Hal ini dilakukan agar lebih lancar dalam memberikan tekanan pada kata. Misalnya "Tuan kelewatan"....... (mendapat tekanan), “Pergi….” (mendapat tekanan).

INTONASI

Seandainya pada dialog yang kita ucapkan, kita tidak menggunakan intonasi, maka akan terasa monoton, datar dan membosankan. Yang dimaksud intonasi di sini adalah tekanan‑tekanan yang diberikan pada kata, bagian kata atau dialog. Dalam tatanan intonasi, terdapat tiga macam, yaitu :

Tekanan Dinamik (keras‑lemah)

Ucapkanlah dialog pada naskah dengan melakukan penekanan‑penekanan pada setiap kata yang memerlukan penekanan. Misainya saya pada kalimat "Saya membeli pensil ini" Perhatikan bahwa setiap tekanan memiliki arti yang berbeda.

- SAYA membeli pensil ini. (Saya, bukan orang lain)

- Saya MEMBELI pensil ini. (Membeli, bukan, menjual)

- Saya membeli PENSIL ini. (Pensil, bukan buku tulis)

Tekanan.Nada (tinggi)

Cobalah mengucapkan kalimat/dialog dengan memakai nada/aksen, artinya tidak mengucapkan seperti biasanya. Yang dimaksud di sini adalah membaca/mengucapkan dialog dengan Suara yang naik turun dan berubah‑ubah. Jadi yang dimaksud dengan tekanan nada ialah tekanan tentang tinggi rendahnya suatu kata.

Tekanan Tempo

Tekanan tempo adalah memperlambat atau mempercepat pengucapan. Tekanan ini sering dipergunakan untuk lebih mempertegas apa yang kita maksudkan. Untuk latihannya cobalah membaca naskah dengan tempo yang berbeda‑beda. Lambat atau cepat silih berganti.

WARNA SUARA

Hampir setiap orang memiliki warna suara yang berbeda. Demikian pula usia sangat mempengaruhi warna suara. Misalnya saja seorang kakek, akan berbeda warna suaranya dengan seorang anak muda. Seorang ibu akan berbeda warna suaranya dengan anak gadisnya. Apalagi antara laki‑laki dengan perempuan, akan sangat jelas perbedaan warna suaranya.

Jadi jelaslah bahwa untuk membawakan suatu dialog dengan baik, maka selain harus memperhatikan artikulasi, getikulasi dan intonasi, harus memperhatikan juga warna suara. Sebagai latihan dapat dicoba merubah‑rubah warna suara dengan menirukan warna suara seorang tua, pengemis, anak kecil, dsb.

Selain mengenai dasar‑dasar vocal di atas, dalam sebuah dialog diperlukan juga adanya suatu penghayatan. Mengenai penghayatan ini akan diterangkan dalam bagian tersendiri. Untuk latihan cobalah membaca naskah berikut ini dengan menggunakan dasar‑dasar vocal seperti di atas.

(Si Dul masuk tergopoh‑gopoh)

Dul : Aduh Pak….e…..e…..itu, Pak…. Anu…. Pak….a….a….ada orang bawa koper, pakaiannya bagus. Saya takut, Pak, mungkin dia orang kota, Pak.

Paiman : Goblog ! Kenapa Takut ? Kenapa tidak kau kumpulkan orang-orangmu untuk mengusirnya ?

Pak Gondo : (kepada Paiman) Kau lebih-lebih Goblog ! Kau membohongi saya ! Kau tadi lapor apa ?! Sudah tidak ada orang kota yang masuk ke daerah kita, hei ! (sambil mencengkeram Paiman).

Paiman : Sungguh, Pak, sudah lama tidak ada orang kota yang masuk.

Pak Gondo : (membentak sambil mendorong) Diam Kamu !

(kepada si Dul) Di mana dia sekarang ?

Dul : Di sana Pak, mengintip orang mandi di kali sambil motret.

GERAK

OLAH TUBUH

Sebelum kita melangkah lebih jauh untuk mempelajari seluk beluk gerak, maka terlebih dahulu kita harus mengenal tentang olah tubuh. Olah tubuh (bisa juga dikatakan senam), sangat perlu dilakukan sebelum kita mengadakan latihan atau pementasan. Dengan berolah tubuh kita akan, mendapat keadaaan atau kondisi tubuh yang maksimal.

Selain itu olah tubuh juga mempunyai tujuan melatih atau melemaskan otot‑otot kita supaya elastis, lentur, luwes dan supaya tidak ada bagian‑bagian tubuh kita yang kaku selama latihan-latihan nanti.

Pelaksanaan olah tubuh :

Pertama sekali mari kita perhatikan dan rasakan dengan segenap panca indera yana kita punyai, tentang segala rakhmat yang dianugerahkan kepada kita. Dengan memakai rasa kita perhatikan seluruh tubuh kita, mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, yang mana semuanya itu merupakan rakhmat Tuhan yarig diberikan kepada kita.

Sekarang mari kita menggerakkan tubuh kita.

- Jatuhkan kepala ke depan. Kemudian jatuhkan ke belakanq, ke kiri, ke kanan. Ingat kepala/leher dalam keadaan lemas, seperti orang mengantuk.

- Putar kepala pelan‑pelan dan rasakan lekukan‑lekukan di leher, mulai dari muka. kemudian ke kiri, ke belakang dan ke kanan. Begitu seterusnya dan lakukan berkali‑kali. Ingat, pelan‑pelan dan rasakan !

- Putar bahu ke arah depan berkali‑kali, juga ke arah belakang. Pertama satu-persatu terlebih dahulu, baru kemudian bahu kiri dan kanan diputar serentak.

- Putar bahu kanan ke arah depan, sedangkan bahu kiri diputar ke arah belakang. Demikian pula sebaliknya.

- Rentangkan tangan kemudian putar pergelangan tangan, putar batas siku, putar tangan keseluruhan. Lakukan berkali‑kali, pertama tangan kanan dahulu, kemudian tangan kiri, baru bersama‑sama.

- Putar pinggang ke kiri, depan, kanan, belakang. Juga sebaliknya.

- Ambil posisi berdiri yang sempurna, lalu angkat kaki kanan dengan tumpuan pada kaki kiri. Jaga jangan sampai jatuh. Kemudian putar pergelangan kaki kanan, putar lutut kanan, putar seluruh kaki kanan. Kerjakan juga pada kaki kiri sesuai dengan cara di atas.

- Sebagai pembuka dan penutup olah tubuh ini, lakukan iari‑lari di tempat dan meloncat‑loncat.

Macam‑Macam Gerak :

Setiap orang memerlukan gerak dalam hidupnya. Banyak gerak yang dapat dilakukan manusia. Dalam latihan dasar teater, kita juga harus mengenal dengan baik bermacam‑macam gerak Latihan‑latihan mengenai gerak ini harus diperhatikan secara khusus oleh seseorang yang berkecimpung dalam bidang teater.

Pada dasarnya gerak dapat dibaqi menjadi dua, yaitu

1. Gerak teaterikal

Gerak teaterikal adalah gerak yang dipakai dalam teater, yaitu gerak yang lahir dari keinginan bergerak yang sesuai dengan apa yang dituntut dalam naskah. Jadi gerak teaterikal hanya tercipta pada waktu memainkan naskah drama.

2. Gerak non teaterikal

Gerak non teaterikal adalah gerak kita dalam kehidupan sehari‑hari.

Gerak yang dipakai dalam teater (gerak teaterikal) ada bermacam‑macam, secara garis besar dapat kita bagi menjadi dua, yaitu gerak halus dan gerak kasar.

Gerak Halus

Gerak halus adalah gerak pada raut muka kita atau perubahan mimik, atau yanq lebih dikenal lagi dengan ekspresi. Gerak ini timbul karena pengaruh dari dalam/emosi, misalnya marah, sedih, gembira, dsb.

Gerak Kasar

Gerak kasar adalah gerak dari seluruh/sebagian anggota tubuh kita. Gerak ini timbul karena adanya pengaruh baik dari luar maupun dari dalam. Gerak kasar masih dapat dibagi menjadi empat bagian. yaitu :

Business, adalah gerak‑gerak kecil yang kita lakukan tanpa penuh kesadaran Gerak ini kita lakukan secara spontan, tanpa terpikirkan (refleks). Misalnya :

- sewaktu kita sedang mendengar alunan musik, secara tak sadar kita menggerak‑gerakkan tangan atau kaki mengikuti irama musik.

- sewaktu kita sedang belajar/membaca, kaki kita digigit nyamuk. Secara refleks tangan kita akan memukul kaki yang tergigit nyamuk tanpa kehilangan konsentrasi kita pada belajar.

Gestures, adalah gerak‑gerak besar yang kita lakukan. Gerak ini adalah gerak yang kita lakukan secara sadar. Gerak yang terjadi setelah mendapat perintah dari diri/otak kita Untuk melakukan sesuatu, misalnya saja menulis, mengambil gelas, jongkok, dsb.

Movement, adalah gerak perpindahan tubuh dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Gerak ini tidak hanya terbatas pada berjalan saja, tetapi dapat juga berupa berlari, bergulung‑gulung, melompat, dsb.

Guide, adalah cara berjalan. Cara berjalan disini bisa bermacam-macam. Cara berjalan orang tua akan berbeda dengan cara berjalan seorang anak kecil, berbeda pula dengan cara berjalan orang yang sedang mabuk, dsb.

Setiap gerakan yang kita lakukan harus mempunyai arti, motif dan dasar. Hal ini harus benar-benar diperhatikan dan harus diyakini benar-benar oleh seorang pemain apa maksud dan maknanya ia melakukan gerakan yang demikian itu.

Dalam latihan gerak, kita mengenal latihan “gerak-gerak dasar”. Latihan mengenai gerak-gerak dasar ini kita bagi menjadi tiga bagian, yaitu :

· Gerak dasar bawah : posisinya dalam keadaan duduk bersila. Di sini kita hanya boleh bergerak sebebasnya mulai dari tempat kita berpijak sampai pada batas kepala kita.

· Gerak dasar tengah : posisi kita saat ini dalam keadaan setengah berdiri. Di sini kita diperbolehkan bergerak mulai dari bawah sampai diatas kepala.

· Gerak dasar atas : di sini kita boleh bergerak sebebas-bebasnya tanpa ada batas.

Dalam melakukan gerak-gerak dasar diatas kita dituntut untuk berimprovisasi / menciptakan gerak-gerak yang bebas, indah dan artistik.

Latihan-latihan gerak yang lain :

Latihan cermin.

dua orang berdiri berhadap-hadapan satu sama lain. Salah seorang lalu membuat gerakan dan yang lain menirukannya, persis seperti apa yang dilakukan temannya, seolah-olah sedang berdiri didepan cermin. Latihan ini dilakukan bergantian.

Latihan gerak dan tatap mata.

sama dengan latihan cermin, hanya waktu berhadapan mata kedua orang tadi saling tatap, seolah kedua pasang mata sudah saling mengerti apa yang akan digerakkan nanti.

Latihan melenturkan tubuh.

seseorang berdiri dalam keadaan lemas. Kemudian seorang lagi membantu mengangkat tangan temannya. Setelah sampai atas dijatuhkan. Dapat juga sebelum dijatuhkan lengan / tangan tersebut diputar-putar terlebih dahulu.

Latihan gerak bersama.

suatu kelompok yang terdiri dari beberapa orang melakukan gerakan yang sama seperti dilakukan oleh pemimpin kelompok tersebut, yang berdiri didepan mereka.

Latihan gerak mengalir.

suatu kelompok yang terdiri beberapa orang saling bergandengan tangan, membentuk lingkaran. Kemudian salah seorang mulai melakukan gerakan ( menggerakkan tangan atau tubuh ) dan yang lain mengikuti gerakan tangan orang yang menggandeng tangannya. Selama melakukan gerakan, tangan kita jangan sampai terlepas dari tangan teman kita. Latihan ini dilakukan dengan memejamkan mata dan konsentrasi, sehingga akan terbentuk gerakan yang artistik.

GERAK DAN VOCAL

Setelah kita berlatih tentang vocal dan gerak secara terpisah, maka sekarang kita mencoba untuk memadukan antara vocal dan gerak. Banyak bentuk-bentuk latihan yang dapat dilakukan, antara lain mengucapkan kalimat yang panjang sambil berlari-lari, melompat, jongkok, bergulung-gulung, atau juga bisa dengan memutar-mutar kepala, memutar-mutar tubuh, dan sebagainya.

Latihan ini berguna sekali bagi kita pada waktu acting. Tujuannya adalah agar vocal dan gerak kita selalu serasi, agar gerak kita tidak terlalu banyak berpengaruh pada vocal.

PENGGUNAAN PANCA INDERA DALAM TEATER

Manusia yang normal dikaruniai Tuhan dengan lima panca indera secara utuh. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menggunakan panca indera kita tersebut, baik secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri. Dalam teater kita juga harus menggunakan indera kita dengan baik agar dapat memainkan suatu peran dengan baik pula.

Supaya alat-alat indera kita dapat bekerja semaksimal mungkin, tentu saja harus dilatih. Hal ini sangat perlu dalam teater untuk membantu kita dalam membentuk ekspresi. Bentuk-bentuk latihan yang dapat dilakukan, antara lain :

Mata

Duduk bersila sambil menatap suatu titik di dinding. Konsentrasi hanya pada titik tersebut. Usahakan menatap titik tersebut tanpa berkedip, selama mungkin.

Telinga

¨ Duduk bersila, pejamkan mata. Sementara itu seseorang mengetuk-ngetuk sesuatu pada beberapa macam benda, dimana setiap benda memiliki nada / suara yang berlainan. Hitunglah berapa kali ketukan pada benda yang sudah ditentukan.

¨ Duduklah ditepi jalan yang ramai, sambil memejamkan mata. Cobalah untuk mengenali suara apa saja yang masuk ke telinga, misalnya suara truk, bis, sepeda motor, suara tawa seseorang diatas sepeda motor, suara sepatu diatas trotoar,dsb.

Hidung

¨ Duduk ditepi jalan sambil memejamkan mata, kemudian cobalah untuk mengenali bau apa yang ada disekitar kita. Misalnya bau keringat orang yang lewat didepan kita, bau parfum, asap knalpot, asap rokok, atau tanah yang baru disiram hujan, dsb.

¨ Ciumlah tangan, kaki, pakaian, dan jika bisa seluruh tubuh kita, rasakan dan hayati benar-benar bagaimana baunya.

Kulit

¨ Rabalah tangan, kaki, kepala dan seluruh tubuh kita, juga pakaian kita. Rasakan dan kenalilah tubuh kita itu, cari perbedaan antara setiap tubuh.

¨ Rabalah dinding, lantai, meja, atau benda-benda lain. Perhatikanlah bagaimana rasanya, dingin atau panas. Juga sifatnya halus atau kasar dan coba juga mengenali bentuknya. Lakukan latihan ini dengan mata terpejam.

Lidah

¨ Rabalah dengan lidah bagaimana bentuk mulut kita, bagaimana bentuk gigi, langit-langit, bibir, dsb.

¨ Rasakan dengan menjilat, bagaimana rasa dari sebuah kancing baju, sapu tangan, batang pensil, tangan yang berkeringat,dsb.

KARAKTERISASI

Karakterisasi adalah suatu usaha untuk menampilkan karakter atau watak dari tokoh yang diperankan. Tokoh-tokoh dalam drama, adalah orang-orang yang berkarakter. Jadi seorang pemain drama yang baik harus bisa menampilkan karakter dari tokoh yang diperankannya dengan tepat. Dengan demikian penampilannya akan menjadi sempurna karena ia tidak hanya menjadi figur dari seorang tokoh saja, melainkan juga memiliki watak dari tokoh tersebut.

Agar kita dapat memainkan tokoh yang berkarakter seperti yang dituntut naskah, maka kita harus terlebih dahulu mengenal watak dari tokoh tersebut. Suatu misal, kita dapat peran menjadi seorang pengemis. Nah, kita harus mengenal secara lengkap bagaimana sifat-sifatnya, tingkah lakunya, dsb. Apakah dia seorang yang licik, pemberani, atau pengecut, alim, ataukah hanya sekedar kelakuan yang dibuat-buat.

Demikianlah, kita menyadari bahwa untuk memerankan suatu tokoh, kita tidak hanya memerankan jabatannya, tetapi juga wataknya. Misalnya :

Tokoh (A) … jabatan (lurah) … watak (licik, pura-pura, pengecut)

Tokoh (B) … jabatan (jongos) … watak (baik hati, ramah, jujur, mengalah)

Untuk melatih karakteristik dapat dipakai cara sebagai berikut :

Dengan menirukan gerak-gerak dasar yang biasa dilakukan oleh pengemis, kakek, anak kecil, pemabuk, orang buta, dsb. (yang dimaksud dengan gerak-gerak dasar disini adalah cirri-ciri khas)

Dua orang atau lebih, berdiri dan berkonsentrasi, kemudian salah satu memberi perintah kepada temannya untuk bertindak / berlaku sebagai tokoh dari apa yang diceritakan. Untuk membantu memberi suasana, dapat memakai musik pengiring.

Untuk memperdalam mengenai karakteristik, maka agaknya perlu juga kita mempelajari observasi, ilusi, imajinasi dan emosi. Untuk itu marilah kita kenali satu persatu.

OBSERVASI

Observasi adalah suatu metode untuk mempelajari / mengamati seorang tokoh. Bagaimana tingkah lakunya, cara hidupnya, kebiasaannya, pergaulannya, cara bicaranya, dsb. Setelah kita mengenal segala sesuatu tentang tokoh tersebut, kita akan mengetahui wujud dari tokoh itu. Setelah itu baru kita menirukannya. Dengan demikian kita akan menjadi tokoh yang kita ingini.

ILUSI

Ilusi adalah bayangan atas suatu peristiwa yang akan terjadi maupun yang telah terjadi, baik yang dialami sendiri maupun yang tidak. Kejadian itu dapat berupa pengalaman, hasil observasi, mimpi, apa yang dilihat, dirasakan, ataupun angan-angan, kemungkinan-kemungkinan, ramalan, dsb.

Cara-cara melatihnya antara lain :

Menyampaikan data-data tentang suatu kecelakaan, kebakaran, dsb.

Bercerita tentang perjalanan keliling pulau Jawa, ketika dimarahi guru, dsb.

Menyampaikan pendapat tentang lingkungan hidup, sopan santun dikampung, dsb.

Menyampaikan keinginan untuk menjadi raja, polisi, dewa, burung, artis, dsb.

Berangan-angan bahwa kelak akan terjadi perang antar planet, dsb.

IMAJINASI

Imajinasi adalah suatu cara untuk menganggap sesuatu yang tidak ada menjadi seolah-olah ada. Kalau ilusi obyeknya adalah peristiwa, maka imajinasi obyeknya benda atau sesuatu yang dibendakan. Tujuannya adalah agar kita tidak hanya selalu menggantungkan diri pada benda-benda yang kongkrit. Juga diatas pentas, penonton akan melihat bahwa apa yang ditampilkan tampak benar-benar terjadi walaupun sesungguhnya tidak terlihat, benar-benar dialami sang pelaku. Kemampuan untuk berimajinasi benar-benar diuji bilamana kita sedang memainkan sebuah pantomim.

Sebagai contoh, dalam naskah OBSESI, terjadi dialog antara pemimpin koor dengan roh suci. Roh suci disini hanya terdengar suaranya, tetapi pemain harus menganggap bahwa roh suci benar-benar ada. Dalam contoh lain dapat kita lihat pada sebuah naskah yang didalamnya terdapat sebuah dialog, sebagai berikut : “ Hei letnan, coba perhatikan perempuan berkaca mata gelap didepan toko itu. Perhatikan topi dan tas hitam yang dipakainya. Rasa-rasanya aku pernah melihat tas dan topi itu dipakai Nyonya Lisa beberapa saat sebelum terjadi pembunuhan”. Yang dibicarakan tokoh diatas sebenarnya hanya khayalan saja. Perempuan berkaca mata gelap, bertopi, dan bertas hitam tidak terlihat atau tidak tampak dalam pentas.

Telah disebutkan bahwa obyek imajinasi adalah benda atau sesuatu yang dibendakan, termasuk disini segala sifat dan keadaannya. Sebagai latihan dapat dipakai cara-cara sebagai berikut :

Sebutkan sebanyak mungkin benda-benda yang terlintas di otak kita. Jangan sampai menyebutkan sebuah benda lebih dari satu kali.

Sebutkan sebuah benda yang tidak ada disekitar kita kemudian bayangkan dan sebutkan bentuk benda itu, ukurannya, sifatnya, keadaannya, warna, dsb.

Menganggap atau memperlakukan sebuah benda lain dari yang sebenarnya. Contohnya, menganggap sebuah batu adalah suatu barang yang sangat lucu, baik itu bentuknya, letaknya, dsb. Sehingga dengan memandang batu tersebut kita jadi tertawa terpingkal-pingkal.

Menganggap sesuatu benda memiliki sifat yang berbeda-beda. Misalnya sebuah pensil rasanya menjadi asin, pahit, manis kemudian berubah menjadi benda yang panas, dingin, kasar, dsb.

EMOSI

Emosi dapat diartikan sebagai ungkapan perasaan. Emosi dapat berupa perasaan sedih, marah, benci, bingung, gugup, dsb. Dalam drama, seorang pemain harus dapat mengendalikan dan menguasai emosinya. Hal ini penting untuk memberikan warna bagi tokoh yang diperankan dan untuk menunjang karakter tokoh tersebut. Emosi juga sangat mempengaruhi tubuh, yaitu tingkah laku, roman muka (ekspresi), pengucapan dialog, pernafasan, niat. Niat disini timbul setelah emosi itu terjadi, misalnya setelah marah maka tinbul niat untuk memukul, dsb.

PENGHAYATAN

Penghayatan adalah mengamati serta mempelajari isi dari naskah untuk diterpakan tubuh kita. Misalnya pada waktu kita berperan sebagai Pak Usman yang berprofesi sebagai polisi, maka saat itu kita tidak lagi berperan sebagai diri kita sendiri melainkan menjadi Pak Usman yang berprofesi sebagai polisi. Hal inilah yang harus kita terapkan dengan baik jika kita akan memainkan sebuah naskah drama.

Cara-cara yang dipergunakan dalam penghayatan adalah :

Pelajari naskah secara keseluruhan, supaya dapat mengetahui apa yang dikehendaki oleh naskah, problema apa yang ditonjolkan, serta apa titik tolak dan inti dari naskah.

Melakukan gerak serta dialog yang terdapat dalam naskah. Jadi disini kita sudah mendapat gambaran tentang akting dari tokoh yang akan kita perankan.

Sebagai latihan cobalah membaca sebuah naskah / dialog dengan diiringi musik sebagai pembantu pemberi suasana. Hayati dulu musiknya baru mulailah membaca.

BLOKING

Yang dimaksud dengan bloking adalah kedudukan tubuh pada saat diatas pentas. Dalam permainan drama, bloking yang baik sangat diperlukan, oleh karena itu pada waktu bermain kita harus selalu mengontrol tubuh kita agar tidak merusak bloking. Yang dimaksud dengan bloking yang baik adalah bloking tersebut harus seimbang, utuh, bervariasi dan memiliki titik pusat perhatian serta wajar.

Seimbang

Seimbang berarti kedudukan pemain, termasuk juga benda-benda yang ada diatas panggung (setting) tidak mengelompok di satu tempat, sehingga mengakibatkan adanya kesan berat sebelah. Jadi semua bagian panggung harus terwakili oleh pemain atau benda-benda yang ada di panggung. Penjelasan lebih lanjut mengenai keseimbangan panggung ini akan disampaikan pada bagian mengenai “Komposisi Pentas “.

Utuh

Utuh berarti bloking yang ditampilkan hendaknya merupakan suatu kesatuan. Semua penempatan dan gerak yang harus dilakukan harus saling menunjang dan tidak saling menutupi.

Bervariasi

Bervariasi artinya bahwa kedudukan pemain tidak disuatu tempat saja, melainkan membentuk komposisi-komposisi baru sehingga penonton tidak jenuh. Keadaan seorang pemain jangan sama dengan kedudukan pemain lainnya. Misalnya sama-sama berdiri, sama-sama jongkok, menghadap ke arah yang sama, dsb. Kecuali kalau memang dikehendaki oleh naskah.

Memiliki titik pusat

Memiliki titik pusat artinya setiap penampilan harus memiliki titik pusat perhatian. Hal ini penting artinya untuk memperkuat peranan lakon dan mempermudah penonton untuk melihat dimana sebenarnya titik pusat dari adegan yang sedang berlangsung. Antara pemain juga jangan saling mengacau sehingga akan mengaburkan dimana sebenarnya letak titik perhatian.

Wajar

Wajar artinya setiap penempatan pemain ataupun benda-benda haruslah tampak wajar, tidak dibuat-buat. Disamping itu setiap penempatan juga harus memiliki motivasi dan harus beralasan.

Dalam drama kontemporer kadang-kadang naskah tidak menuntut bloking yang sempurna, bahkan kadang-kadang juga sutradara atau naskah itu sendiri sama sekali meninggalkan prinsip-prinsip bloking. Ada juga naskah yang menuntut adanya gerak-gerak yang seragam diantara para pemainnya.

KOMPOSISI PENTAS

Komposis pentas adalah pembagian pentas menurut bagian-bagian yang tertentu. Komposisi pentas ini dibuat untuk membantu bloking, dimana setiap bagian pentas mempunyai arti tersendiri. Berikut ini adalah skema komposisi pentas.

PENONTON

Kadar kekuatan pentas dapat dilihat pada urutan nomornya. Bagian depan lebih kuat daripada bagian belakang. Bagian kanan lebih kuat daripada bagian kiri. Oleh karena itu jangan menempatkan diri atau benda yang kadar kekuatannya tinggi pada bagian yang kuat. Carilah tempat-tempat yang sesuai agar bloking kelihatan seimbang. Walaupun demikian harus tetap dalam batas-batas yang wajar, jangan terlalu dibuat-buat.

NASKAH

Setelah kita mengenal berbagai macam dasar yang diperlukan untuk bermain drama, akhirnya sampailah kita pada naskah. Naskah disini diartikan sebagai bentuk tertulis dari suatu drama. Sebuah naskah walaupun telah dimainkan berkali-kali, dalam bentuk yang berbeda-beda, naskah tersebut tidak akan berubah mutunya. Sebaliknya sebuah atau beberapa drama yang dipentaskan berdasarkan naskah yang sama dapat berbeda mutunya. Hal ini tergantung pada penggarapan dan situasi, kondisi, serta tempat dimana dimainkan naskah tersebut.

Sebuah naskah yang baik harus memiliki tema, pemain / lakon dan plot atau rangka cerita.

Tema

Tema adalah rumusan inti sari cerita yang dipergunakan dalam menentukan arah dan tujuan cerita. Dari tema inilah kemudian ditentukan lakon-lakonnya.

Lakon

Dalam cerita drama lakon merupakan unsur yang paling aktif yang menjadi penggerak cerita.oleh karena itu seorang lakon haruslah memiliki karakter, agar dapat berfungsi sebagai penggerak cerita yang baik. Disamping itu dalam naskah akan ditentukan dimensi-dimensi sang lakon. Biasanya ada 3 dimensi yang ditentukan yaitu :

v Dimensi fisiologi ; ciri-ciri badani

usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, cirri-ciri muka,dll.

v Dimensi sosiologi ; latar belakang kemasyarakatan

status sosial, pendidikan, pekerjaan, peranan dalam masyarakat, kehidupan pribadi, pandangan hidup, agama, hobby, dll.

v Dimensi psikologis ; latar belakang kejiwaan

temperamen, mentalitas, sifat, sikap dan kelakuan, tingkat kecerdasan, keahlian dalam bidang tertentu, kecakapan, dll.

Apabila kita mengabaikan salah satu saja dari ketiga dimensi diatas, maka lakon yang akan kita perankan akan menjadi tokoh yang kaku, timpang, bahkan cenderung menjadi tokoh yang mati.

Plot

Plot adalah alur atau kerangka cerita. Plot adalah suatu keseluruhan peristiwa didalam naskah. Secara garis besar, plot drama dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :

§ Pemaparan (eksposisi)

Bagian pertama dari suatu pementasan drama adalah pemaparan atau eksposisi. Pada bagian ini diceritakan mengenai tempat, waktu dan segala situasi dari para pelakunya. Kepada penonton disajikan sketsa cerita sehingga penonton dapat meraba dari mana cerita ini dimulai. Jadi eksposisi berfungsi sebagai pengantar cerita.

§ Dialog

Dialog berisikan kata-kata. Dalam drama para lakon harus berbicara dan apa yang diutarakan mesti sesuai dengan perannya, dengan tingkat kecerdasannya, pendidikannya, dsb. Dialog berfungsi untuk mengemukakan persoalan, menjelaskan perihal tokoh, menggerakkan plot maju, dan membukakan fakta.

§ Komplikasi awal atau konflik awal

Kalau pada bagian pertama tadi situasi cerita masih dalam keadaan seimbang maka pada bagian ini mulai timbul suatu perselisihan atau komplikasi. Konflik merupakan kekuatan penggerak drama.

§ Klimaks dan krisis

Klimaks dibangun melewati krisis demi krisis. Krisis adalah puncak plot dalam adegan. Konflik adalah satu komplikasi yang bergerak dalam suatu klimaks.

§ Penyelesaian (denouement)

Drama terdiri dari sekian adegan, dimana didalamnya terdapat krisis-krisis yang memunculkan beberapa klimaks. Satu klimaks terbesar dibagian akhir selanjutnya diikuti adegan penyelesaian.